Oleh : Syahzevianda
TERBALUT sebuah lagu bernuansakan kerinduan, sedikit agak sendu terdengar,
terasa sangat akrab di kedua belah telinga ini, yang memberi isyarat bahwa kasih sayang seorang ibu adalah kasih sayang yang paling abadi dan tidak ada duanya. Pada saat yang bersamaan juga terdengar
sahut-sahutan sang jangkrik untuk mengisi kekosongan sunyinya waktu ketika itu, suasana sangat hening, lembut, bersahaja dan penuh ketentraman hati kurasa, semakin menghanyutkan aku pada sebuah kerinduan yang tak dapat
terbendung lagi rasanya. Lantunan lagu terus berganti dan
jangkrikpun seolah melontarkan nada marahnya pada mataku agar jangan terpejam, membimbing jari jemariku untuk merangkaikan kata demi kata, kalimat demi kalimat, lanjut sistem
kerja otak pun memerintahkan supaya menjaga konsentrasiku
agar tetap
terfokus terhadap sebuah imajinasi yang berbingkai
kerinduanku, yang
aku sendiri tak mengerti tentang apa maksud tulisanku
ini, akupun
terbawa suasana seakan-akan aku ditemani oleh seorang
bidadari yang
kala itu hanya terkenang jasa-jasanya ketika bidadari itu
memeliharaku dariku masih bayi sampai dengan aku
masih merasakan betapa indahnya dunia ini. Waktu terus bergulir,
hembusan nafas ini terus berlanjut, hingga rasio berpikirku menyimpulkan bahwa tak ada seorang pun yang mampu menghilangkan rasa itu, entah mengapa keyakinan itu
semakin bertambah
tandasku.
Berawal dari sebuah kerinduan, sejatinya seorang Anak yang merindukan kasih sayang dari ibunya, begitu juga aku, entah pantas atau tidak disebut sebagai anak yang berbakti pada orang tuaku, entah layak atau tidak dikatakan anak yang menjaga nama baik orang tuaku, tapi inilah aku sosok manusia berdosa yang belum mampu membalas apa yang selama ini telah dihadiahkan oleh ayah bundaku, Subhanallah. Walau seujung kuku sekalipun aku merasa pesimis jika aku mampu membalas budi baik mereka padaku, sembari ku sekarang ini tengah berusaha dan terpenting kuserahkan semuanya pada Allah SWT. Hanya saja aku tak ingin mengecewakan mereka ketika salah satu dari mereka melihatku dari alam yang berbeda, aku tak ingin membuatnya merasa malu ketika mereka mendengar kabar bahwa akulah yang menjadi belati untuk menggoreskan luka di hati mereka. Karena aku sadar kalau aku ini belum pernah membahagiakan mereka dengan meraih apa yang mereka inginkan dariku.
Sampai detik ini juga aku belum berani mengambil
kesimpulan-kesimpulan tertentu, harus dengan kriteria apa
aku membalas
kebaikan dan menyenangkan orang tuaku sendiri, aku takut salah menafsirkan kesimpulan itu, aku takut salah
mengartikan itu semua. Terkadang suana sering berbohong, begitu pandainya
mereka
menyimpan perasaannya, terkadang hampir tak bisa
membedakan
pancaran aura wajah mana yang
benar-benar bahagia, atau aura wajah bohong yang mereka tutup-tutupi, walau
itu kesusahan, kebimbangan, kepanikan dan semacamnya, mereka begitu pandainya menutupi itu semua agar anak tercintanya tidak khawatir dengan kondisi mereka yang sebenarnya dalam keadaan gundah gulana,
sudah dan merana, mereka lakukan tak lain dan tak bukan hanya untuk menjaga perasaan anak-anaknya, sampai begitunya pengorbanan perasaan mereka untuk ''KITA''. Nah, yang jadi pertanyaan kita, penulis khusunya, Sampai kapan kita mampu menghadapkan orang tua kita dengan hal kepura-puraan seperti itu? Tanyakan itu pada diri kita wahai Saudara ku.
Terkadang kita terlalu terbawa dengan kepanaan dunia yang
sementara
ini, berangan mencari-cari cara untuk membahagiakan
mereka, jangan
sekali-kali mencari cara membalas itu semua dengan
materi, harta dan
lain-lain, bukan itu yang mereka harapkan. Terkadang
mereka pun
bahagia ketika melihat anak-anaknya bahagia, walau itu
hanya kamuplase
perasaan semata.
Empat tahun berlalu, aku mengira sampul kebahagiaanku
yang kupunya
untuk selamanya terkoyak terbawa oleh harunya suasana,
ketika
aku ditinggalkan sosok seorang wanita paling tegar yang
pernah ku
miliki selama hidupku, naluri keibuannya yang luar biasa,
yang paling
kusanjung-sanjung, sosok yang telah banyak mengajariku
tentang arti
dari kehidupan, santun pekertinya yang setiap hari ia
siramkan dikulit
kepalaku. Aku tak tau bagaimana mengungkapkan rasa yang
dulu begitu
manis ketika bersamanya. Walau aku kini masih di anugerahi sosok pria pemimpin tangguh yang pernah menemani perjalanan hidup ibuku bersamanya, yang telah membesarkanku sampai detik ini pula, tak sepantasnya aku mengeluhkan asa ku ini
ketika ditinggal salah satu diantara mereka, karena aku tau diluar sana masih banyak teman-temanku yang sama sekali ditinggalkan oleh kedua ibu bapaknya, sungguh aku harus mengucapkan Syukur yang sebesar-besarnya pada Allah SWT, sampai-sampai ia mampu memberi aku sebuah bangku di Perguruan Tinggi,
bukankah itu
luar biasa sekali? walaupun perjuanganku masih panjang
kedepannya
untuk membahagiakan perasaan mereka ketika melihatku
menjadi seorang yang bisa mereka banggakan, tapi begitulah langkah-langkah yang ditempuh oleh dua
orang insan Allah ini untuk berusaha menjaga, memelihara dan menjadikan anak-anak menjadi manusia berguna bagi masyarakat, negara dan agama, walau harus bermandikan keringat darah sekalipun, perasaan malupun harus mereka singkirkan
sejenak demi
anak-anaknya, penuh derita yang harus mereka arungi,
harus dengan apa
aku membalasnya ini semua Tuhan? hamba tau ini semua
adalah jalan yang
Engkau sajikan.
Semasa hidupnya, Ibuku selalu mengingatkanku untuk selalu
menghadapi
hidup ini dengan penuh keikhlasan, aku tak pernah
mendengar keluhan
yang keluar dari mulut mereka dalam hal apapun, kuncinya
tetap pada
kegigihan berusaha guna mencapai suatu
hasil yang maksimal, hingga terahir kali matanya
terpejam untuk selamanya pun, ku perhatikan raut wajahnya yang selalu memancarkan sinar yang menerangi
hidupku kelak,
ketika aku tak bersamanya lagi dan seakan tanpa henti ia mengisyaratkan pada anak-anaknya untuk tidak gentar melanjutkan perjuangan hidup seperti yang dihadapinya selama hidupnya, sosok
ketegaran dan keteguhannya belum kujumpai pada wanita
lain selain
dirinya, pelajaran berharga tampaknya tak akan kutemui
kembali jika ku
mengabaikan pesan-pesan yang telah disampaikan semasa
hidupnya. Apa
yang terucap dari lisannya, selalu tertata rapi sampai
ketelingaku dan
tertuju lembut dalam dadaku, begitulah cara ia
menyampaikan padaku, terbesit seketika dalam benakku,
untuk aku mengucapkan sebuah perkataan bahwa ''AKU
RINDU KAMU IBU''.
Tak ada ucapan lain yang lebih layak untuk ku lontarkan
selain itu,
sembari aku memanjatkan do'a agar kau mendapatkan tempat
yang terbaik
disisi-Nya, walau engkau telah meninggalkanku di kehidupan yang nyata ini, tapi aromamu masih menusuk hidungku sampai saat ini, perkataan yang terbawa oleh angin surgamu masih terdengar halus ditelingaku, sungguh aku adalah manusia yang tak berguna jika aku tak menggubris
pesan-pesan mu itu, ku yakin kau memperhatikan aku
dari alam
sana, Maafkan atas segala ketidakmampuanku memberi kado spesial semasa hidupmu, kumohon tetaplah beri kesempatan padaku mendengar rintihan di telingamu untuk membisikkan nyanyian rindu ini BUNDA. (anakmu) []