Samudra News
Oleh : Auliaurrahman,
SH
KETIKA membaca
berita di salah satu halaman Serambi Indonesia Edisi Selasa, 16 oktober 2012
yang berjudul “ Kadis SI Langsa Diancam Bunuh “ maka saya menarik nafas
sedalam-dalamnya, dan batin saya pun berujar, Masya ALLAH, diantara masyarakat
yang sangat religius di daerah yang di kenal sebagai “serambi mekkah”nya
Indonesia, ternyata ada sebagian masyarakatnya sendiri yang seharusnya
mendukung penerapan syariat Islam, malah menentang tegaknya syariat Islam itu
sendiri. Bahkan, penentangan terhadap tegaknya syariat Islam itu dirasakan
makin hebat manakala penentangan itu dengan bernada kata-kata yang tidak etis
(makian, cacian) hingga ancaman pembunuhan terhadap para aparatur penegak Syariat
Islam (dinas Syariat Islam ) melalui pesan pendek (sms) bahkan telpon. Ancaman
itu sendiri sudah sekian kalinya di alami oleh pihak dinas syariat Islam. Tidak
tanggung-tanggung pelaku ancaman melalui telpon, meneror langsung kepala Dinas
Syariat Islam Kota Langsa, Bapak Drs. Ibrahim Latif, MM.
Ancaman ini, tidak
dapat dianggap enteng manakala berkaitan erat dengan tindakan teror yang
berusaha menurunkan nyali para penegak syariat Islam tersebut. Padahal kalau di
kaji, peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penegakan syariat
Islam di Aceh, masih sangat memberikan kelonggaran terhadap pelaku pelanggar
syariat Islam sehingga kelompok pelanggar ini masih berani untuk melakukan
kemaksiatan. Sebagai contoh, pelaku PSK yang secara jelas melakukan perzinahan
yang tertangkap oleh pihak Wilayatul Hisbah (WH) dan aparat lainnya, hanya
paling di jerat dengan hukuman cambuk beberapa kali yang jauh sangat ringan
bila di bandingkan dengan hukum islam, jilid 100 kali bagi yang belum menikah
dan rajam hingga mati bagi pelaku perzinahan tersebut.
Pelanggar
syariat
Banyak pelaku
kemaksiatan atau pelanggar syariat Islam yang merasa terganggu dengan gencarnya
operasi yang dilakukan WH gabungan beramar ma’ruf nahi munkar belakangan ini.
Hal ini di buktikan dengan banyaknya teror sms dan telpon dari orang tak di
kenal. Mereka merasa terusik, di karenakan faktor ekonomi, yaitu pendapatan
mereka dari bisnis-bisnis maksiat hilang, seperti penghasilan dari lapak/bandar
judi, dari usaha organ tunggal, dari pelacuran. Ada pula yang merasa terganggu kebebasannya, antara
lain kebebasan pergaulan bebas, kebebasan mengkonsumsi miras, narkoba dan
lainnya. Padahal mereka seakan tidak mau perduli bahwa bisnis yang mereka
jalani adalah bisnis haram dan bertentangan dengan hukum dan norma agama.
Dakwah Rasul SAW
Melihat sejauh ini penentangan syariat Islam, sudah
pada tahap yang memprihatinkan seperti makin maraknya perjudian, peredaran
miras dan narkoba dan pergaulan bebas dan lain sebagainya. Hal yang di alami oleh
dinas Syariat islam dan WH mengingatkan kita pada masa awal keislaman/
kerasulan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya ketika berdakwah amar ma’ruf
nahi mungkar kerap kali mendapat tantangan dari kaum jahiliyah yang hobinya
melakukan kemaksiatan seperti berzina, berjudi, mengundi nasib, membunuh anak
perempuan dan sebagainya. Mereka sering mendapat cercaan, boikot bahkan ada yang berniat membunuh
Rasulullah SAW. Tetapi walaupun demikian Rasulullah SAW tetap tegas dan tidak kenal
kompromi dalam hal dakwah Islam ini. Hal ini di buktikan dengan kata-kata
Rasullullah SAW kepada pamannya, Abu Thalib yang berbunyi: “Wahai pamanku! Demi Allah, andaikata mereka
meletakkan matahari ditangan kananku,
dan bulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan urusan ini niscaya aku tidak
akan meninggalkannya hingga Allah memenangkannya atau aku binasa karenanya”.
Sikap keteguhan
Rasul SAW ini dalam beramar ma’ruf nahi mungkar ini dapat menjadi keteladanan
bagi Dinas SI dan WH sekarang, walaupun beliau mendapat tantangan dan hambatan
yang hebat dari kaum Quraisy jahiliah. Beliau tidak gentar walaupun petinggi
kaum tersebut mengancam akan membunuh Rasul SAW. Hal ini menjadi tolak ukur
bahwa kaum tersebut merasa terusik dengan kehadiran dakwah Rasul SAW. Mereka
takut kedudukan, jabatan, bisnis kemaksiatan (bisnis jual beli patung, wanita),
sehingga nyatalah bahwa sikap ketidaksenangan para penentang syariat Islam
sekarang secara sadar maupun tidak sadar telah memiliki kesamaan dengan sikap
yang di tunjukkan oleh kaum Quraisy Jahiliah di masa lalu.
Qanun syariat
Islam
Kehadiran syariat
Islam di Aceh yang lahir dari semenjak Kesultanan Aceh Darussalam tempo dulu,
merupakan roh dan jiwa dari masyarakat Aceh dari sejak dulu, sehingga ketika
meletus peperangan melawan penjajahan Belanda, Aceh pun berdasar pada landasan
peperangan Jihad Sabilillah yang terkenal dengan nama “Hikayat Prang Sabi”.
Pada masa Presiden
Megawati Soekarnoputri, lahirlah UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus.
UU tersebut mengatur tentang pembentukan Mahkamah Syar’iyah di Aceh dan pada
Masa Presiden SBY, lahir pula UU No. 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh.
Kedua UU ini makin menguatkan eksistensi penerapan Syariat Islam di Aceh. Dan
makin di pertegas dengan adanya Qanun-Qanun atau Peraturan Daerah Syariat Islam
No. 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat bidang aqidah dan ibadah, No. 12
tahun 2003 tentang khamar, No. 13 tahun 2003 tentang maisir, dan No. 14 tahun
2003 tentang khalwat.
Kendati telah lahir
regulasi ketentuan yang mengatur tentang pemberlakuan syariat Islam, dirasakan
masih sangat kurang baik dari segi hukum materil terlebih hukum formil
(beracara)nya. Misalnya pelaku judi yang telah tertangkap dan menjadi tersangka
dan di jerat dengan Qanun no 13 tahun 2003 tentang maisir dengan sanksinya
cambuk, tapi hukum beracaranya belum diatur sehingga masih harus dirujuk dengan
KUHAP (Kitab undang-undang Hukum Acara Pidana), yang sanksinya kurungan.
Sehingga perlu perhatian berbagai pihak untuk memperkuat penerapan dari segi
hukum positif negara.
Hukum materil yang
mengatur tentang pelanggaran syariat islam pun masih sangat terbatas, masih
terbatas pada wilayah khamar, maisir dan khalwat. Jadi, perlu adanya penambahan
lagi. Bahkan Aceh pun memungkinkan untuk menerapkan hukum Islam secara kaffah
(menyeluruh), bahkan pelaku koruptor di Aceh pun nantinya mungkin bisa minimal
potong tangan karena telah mengambil hak orang lain, sehingga benar-benar
menjadi upaya preventif (pencegahan) dan efek jera yang nyata. Sehingga pelaku
kriminal pun akan berfikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan dan
pelanggaran hukum di Aceh, dengan catatan ketentuan (qanun)nya harus ditetapkan
dulu.
Pasca Ancaman
Namun, apa yang di
lakukan oleh oleh Dinas SI selanjutnya? Menghadapi teror dan ancaman dari pihak
yang tidak senang adanya syariat islam di Aceh, Dinas SI maupun WH agar
bersabar, jangan gentar dan takut karena segenap ulama, aparat keamanan dan
masyarakat Aceh bahkan dari kalangan pemuda siap mendukung dan melindungi Dinas
SI dan WH. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pernyataan berbagai
kalangan di media yang memberikan
dukungannya kepada Pihak Dinas SI dan WH pasca pemberitaan adanya ancaman bunuh
Kepala Dinas SI Kota langsa.
Kepada pemerintah
dan DPR di Aceh agar secepatnya, membentuk Qanun-qanun syariat Islam lainnya
yang belum lengkap, sehingga dapat menjadi acuan para penegak syariat Islam.
Walaupun masalah pembentukan qanun ini disadari bukan seperti membalikkan
telapak tangan, tapi kalau seandainya pihak mau berkoordinasi dengan tokoh
ulama dan cendikiawan maka Insya Allah akan lahir Qanun-qanun Syariat Islam yang tidak hanya akan menjadikan Aceh menjadi
“Serambi Mekkah” tetapi menjadi “serambi Madinah”, dan negeri yang Baldatun Tayyibatun Warabbul Ghafur.
Mudah-mudah cita-cita luhur ini akan terwujud dan menjadi warisan bagi generasi
masyarakat Aceh mendatang. Wallahu a’lam
bish- Shawab.[]
Penulis adalah Wakil Ketua
Forum Pemuda Peduli Generasi Bangsa (FP2GB) Kota Langsa
JL. H. AGUSSALIM LR. PUSAKA NO. 4 B. DESA SUNGAI PAUH
KEC. LANGSA BARAT KOTA LANGSA |