Mengapa Ada Aliran Sesat Di Aceh

Oleh : Muhammad Yani
Mahasiswa Teknik Informatika Unimal

Akhir-akhir ini begitu marak kita mendengar dari mulut ke mulut dan membaca di setiap surat kabar, bahwa Aceh sedang dihantui bebagai aliran sesat yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Aceh yang dikenal sebagai serambi mekkah kini dimasuki ajaran-ajaran yang menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. 

Aliran sesat bukan kali ini saja terdengar di Nanggro Aceh Darussalam. Tsunami 26 desember 2004 merupakan awal masuknya aliran sesat ke Aceh, dengan banyak bantuan yang datang dari berbagai negara di dunia, mereka punya misi untuk merekrut pengikut baru, dan ada sebagian anak Aceh yang diasuh oleh orang asing mengikuti ajaran mereka.

Beberapa bulan terakhir ini rakyat Aceh digentarkan dengan kehadiran beberapa pemahaman yang menyimpang tersebut ke Aceh Barat dan yang terakhir terdengar telah sampai ke Kabupaten Bireun atau tepatnya di kecamatan Plimbang dan kecamatan Pandrah hingga terjadi pemurtadhan, dan ajaran tersebut hampir menyebar ke seluruh pelosok-pelosok daerah Aceh. Ajaran tersebut di bawa oleh TA.

Yang lebih menghebohkan lagi adalah kehadiran seorang dosen yang berinisial MA yang mengajar di Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh yang diduga sering melecehkan atau menghina Islam lewat akun facebooknya. Seluruh jajaran masyarakat sangat terkejut dan cemas atas pendapat MA dalam berdiskusi dan mengajar di Universitas Malikussaleh. 

Masyarakat mengkhawatirkan MA akan mempengaruhi pikiran-pikiran mahasiswa untuk mengikuti paham yang dipaparkannya. Tak heran jika masyarakat tidak menginginkan dosen tersebut tetap aktif dalam staf pengajar di Universitas Malikussaleh, walaupun MA sudah mengaku bertaubat dan tidak mengulangi lagi kekhilafan yang pernah ia lakukan.

Dalam ulasan diatas muncul pertanyaan di kalangan para pemikir-pemikir, diantaranya mengapa ada masyarakat Aceh yang menerima ajaran yang menyimpang tersebut? Lantas apa dasar ajaran tersebut sangat mudah tersebar dalam masyarakat Aceh?

Jawaban yang mungkin dapat saya utarakan atas beberapa pertanyaan yang muncul adalah rendahnya ekonomi merupakan salah satu penyebab mudahnya masyarakat dalam menerima ajaran yang menyimpang tersebut, karena banyak ajaran sesat yang menawarkan kehidupan yang lebih layak, menawarkan banyak uang serta ketaatan dalam beribadah tidak di prioritaskan. Setiap ibadah yang dilakukan serasa dipermudah, misalnya salah satu ajaran yang mengajarkan bahwa sholat lima waktu hanya cukup dengan niat saja. Sholat Jum’at yang pada dasarnya wajib bagi kaum laki-laki malah di haramkan dalam ajaran yang di bawa oleh TA.

Mudahnya tersebar ajaran yang menyimpang tersebut dikarenakan ada beberapa ajaran yang melakukan penyebaran dengan mengadakan multilevel, setiap anggota yang dapat merekrut para pengikut-pengikut baru, maka pendapatan finansialnya akan dilipatgandakan, maka dari itu setiap pengikut berlomba-lomba dalam merekrut anggota baru untuk dapat meningkatkan levelnya. Ini yang harus benar-benar diperhatikan oleh seluruh jajaran pemerintah dan jajaran para ulama. Ternyata kemiskinanlah yang membuat masyarakat Aceh linglung dalam menghadapi dan menyikapi aliran-aliran yang sesat tersebut, disamping dengan 
minimnya pendidikan agama dan ketaatan kepada Allah yang hanya seadanya, maka dengan mudahnya aliran-aliran sesat masuk ke dalam kehidupan masyarakat Aceh.

Hal ini tidak jauh dari hadis Rasulullah Saw yaitu “Hampir saja kemiskinan (kemiskinan jiwa dan hati) berubah menjadi kekufuran”. (HR. Ath-Thabrani) ini membuktikan bahwa kemiskinan sangat dekat dengan kekafiran, maka dari itu Rasulullah Saw menganjurkan ummatnya untuk hidup sederhana, tidak terlalu miskin, dan tidak juga terlalu kaya.

Faktor-fakktor lain munculnya Aliran Sesat di Aceh adalah akibat kelainan jiwa karena stres. Kondisi ini muncul, disebabkan pencarian sesuatu tanpa ilmu dan bimbingan dari guru, sehingga mereka tidak memiliki pegangan yang jelas dalam melihat sesuatu kebenaran apakah datangnya dari Allah atau dari jin dan setan.

Intervensi asing. Hal ini sangat jelas terlihat dari bantuan-bantuan yang dikucurkan asing untuk LSM di Indonesia dan Aceh, sehingga mereka bisa menyewa kantor, mendirikan ratusan pemancar radio, majalah, dan mencetak buku-buku. Pihak asing memiliki kekhawatiran munculnya khilafah Islamiyah atau puberitas keagamaan, yaitu semangat keberagamaan yang berlebihan. 

Biasanya orang tersebut dalam proses pencarian jati dirinya. Muatan berpikir seseorang tentang Islam yang minim sehingga mengklaim bahwa ajaran Islam tidak benar. Ketertarikan pada paham baru. Biasanya sering muncul di kalangan sarjana-sarjana Islam. Terutama paham liberalisme yang sudah ada di 17 kampus di Indonesia.

Kejahilan terhadap agama. Biasanya orang-orang yang mengaku Islam, tapi tidak pernah mendapat pendidikan dan bimbingan agama dari keluarganya sehingga tidak mengetahui masalah agama.
Inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintah Aceh untuk menyikapi maraknya aliran sesat yang tersebar. Untuk dapat menanggulangi hal tersebut Pemerintah harus meningkatkan perekonomian masyarakat Aceh yang hidup dalam kemiskinan dan kelaparan, meningkatkan pendidikan agama yang lebih memadai, dan mengawasi setiap majelis-majelis taklim dalam setiap ajaran yang disampaikan.

Menurut pendapat saya pendidikan agama yang di wajibkan di setiap sekolah-sekolah dan Universitas tidak memadai dalam menanggulangi aliran sesat, maka dari itu pemerintah Aceh untuk dapat mewajibkan setiap masyarakat untuk menuntut ilmu agama Islam di pesantren-pesantren tradisional serta menjadikan pesantren-pesantren tersebut menjadi lembaga pendidikan formal dan diakui di Indonesia.

Pesantren-pesantren tersebut juga harus dalam pengawasan dan di bawah bimbingan MPU Aceh agar tidak terjadi penyelewengan dalam melaksanakan pendidikan Islam. [tgj]