Tranparency international Indonesia Unit Aceh


Mukim Empat Kabupaten Kota Membahas Mekanisme FPIC (REDD+)

LANGSA | Samudra News - Beberapa mukim dari Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang dan Kota Langsa   membahas FPIC REDD+, keterbukaan informasi public dalam semiloka pakta integritas – mekanisme FPIC (REDD+).

Agenda pengenalan isu REDD dan Pakta Integritas serta pengenalan FPIC kepada masyarakat oleh Transparansy International Indonesia Unit Aceh. Tujuan roadshow ini sendiri adalah Mengkaji problem wilayah dan menilai kesiapan pemerintah daerah dalam pencegahan korupsi (melalui pengenalan konsep Island of Integrity) khususnya di sektor kehutanan. Membangun kesepahaman bersama mengenai pentingnya pencegahan dan penindakan korupsi kehutanan. Memberikan pemahaman pada berbagai pihak tentang Pakta  Integritas yang merupakan bagian komitmen pemerintah Aceh dan Kabupaten sebagai upaya pencegahan korupsi. Membangun kelompok masyarakat yang peduli dan kritis terhadap isu anti korupsi. Mencari alternatif penyelesaian masalah, membangun langkah-langkah  pencegahan korupsi disektor kehutanan. Mensosialisasikan REDD+ dan mekanisme FPIC bagi masyarakat aceh terutama yang berada disekitar hutan. Meningkatkan pemahamanan masyarakat tentang pelaksanaan dan mekanisme FPIC  di Aceh.

Persentasi kelompok 1. Menyikapi Phenomena kebijakan pemerintah selama ini.

No
Aspek
Kondisi Sekarang
Kondisi yang di harapkan
1.
Pakta Integritas  (PI)
1.Belum ada PI, terutama 
di sektor kehutanan.
1.Semua pihak harus dibuat PI baik level pemerintah daerah, perusahaan maupun sampai ke level mukim dan gampong.
2.Belum ada pelibatan mukim dalam penentuan kebijakan.
2.Sosialisasi pentingnya PI di sektor kehutanan secara lebih luas.
3.Pemahaman PI yang masih terbatas.
3.Perlu pemantauan atas jalannya PI
4.Belum ada sosialisasi tentang pentingnya PI.
4.Perlu pelibatan mukim dalam PI (mukim salah satu pihak yang ikut menandatangi PI) selain para pihak lainnya.
5.Masih terjadi penyimpangan dalam pengelolaan hutan 
(korupsi kehutanan)
5.Penegakan hukum atas setiap penyimpangan sektor kehutanan.
6.Pemberian izin oleh pemerintah daerah dengan didahului proses konsultasi publik terlebih dahulu.
2
Keterbukaan Informasi Publik
1.Ada sikap acuh tak acuh dengan keterbukaan informasi
1.Pelibatan mukim dalam penentuan kawasan hutan.
2.Ada yang mau tahu informasi, tetapi akses sulit diperoleh.
2.Perlu sosialisasi efek negatif dari perambahan hutan kepada masyarakat.
3.Regulasi bidang kehutanan berubah secara cepat, sehingga dapat menghambat dalam menyediakan informasi kepada masyarakat.
3.Informasi tentang kebijakan hutan untuk dipublikasikan kepada masyarakat.
4.Informasi tertentu diberikan batasan untuk diakses, seperti soal HGU.
4.Perlu sosialisasi UU tentang Keterbukaan Informasi Publik, baik untuk masyarakat maupun pemerintah daerah.
5.Ada perubahan aturan yang kemudian tidak dipahami secara lebih luas oleh masyarakat.
6.Belum ada PPID di SKPK
7.Belum ada pemahaman tentang UU Keterbukaan Informasi Publik, baik untuk masyarakat maupun pemerintah daerah.
3
Penguatan Kapasitas
1.Pemahaman tentang sistem verifikasi legalitas kayu masih terbatas. 
1.Penguatan kapasitas mukim dalam pengelolaan kawasan hutan.
2.Kapasitas mukim masih 
terbatas dalam pengelolaan sektor kehutanan.
2.Membangun kemitraan antara LSM, mukim dan pemerintah daerah, asosiasi bisnis kehutanan dan  perusahaan untuk mewujudkan hutan lestari.
4
Dana CSR
1.Para pengusaha  belum memperhatikan kondisi (kesejahteraan) masyarakat sekitar hutan.
1.Perusahaan harus membuka informasi tentang pengelolaan Dana CSR.
2.Tidak diketahuinya 
besaran dan peruntukan dana CSR.
2.Perlu sosialisasi tentang keberadaan Dana CSR bagi masyarakat.
3. Masyaralat belum tahu sepenuhnya tentang Dana CSR
3. Alokasi yang sesuai dengan kebutuhan

Persentasi kelompok yang di wakili oleh  T. Idris Thaib, Imum Mukim Buloh Blang Ara Aceh Utara

“mengapa pemerintah tidak pernah melibatkan kami (mukim-red) dalam setiap pembahasan mekanisme pengelolaan hutan, dan mengapa hutan adat bisa hilang” kata salah satu mukim perwakilan Aceh Timur, saat terjadi diskusi kelompok.

“Harapan dari kegiatan ini adalah Pertama, menggali tanggapan masyarakat dalam menilai kesiapan pemerintah daerah dalam strategi daerah melaksanakan  REDD dan pencegahan korupsi (melalui pengenalan konsep Island of Integrity) khususnya di sektor kehutanan. Kedua, Membangun kepedulian dan sikap kritis dari berbagai pihak akan pentingnya pakta integritas dalam mencegah korupsi kehutanan. Ketiga, Mensosialisasikan REDD+ untuk meningkatkan pemahamanan masyarakat  tentang  mekanisme FPIC bagi masyarakat aceh terutama yang berada disekitar hutan. Keempat, Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keterbukaan informasi public sektor kehutanan”. Sebut  Ilham Sinambela, Manager office Local Unit Aceh Transparency International Indonesia

Sementara itu, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) berharap Pemerintah Aceh perlu melahirkan system pencegahan korupsi di sector kehutanan di Aceh. Hutan Aceh saat ini pada posisi yang krisis tanpa perhatian Pemerintah secara serius akan menjadi presiden buruk. Kita semua tau, kondisi hutan aceh terus di jarah tanpa penghentian secara nyata. MaTA dalam hal ini sangat berkepentingan dalam mencegah korupsi dari sisi kehutanan, penegakan hukum juga belum mampu membongkar kasus-kasus korupsi sector kehutanan, langkah utama yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Aceh dalam pencegahan korupsi kehutanan adalah melahirkan pencegahan berupa Pakta Integritas dalam menghentikan korupsi kehutanan. PI ini penting di dorong agar Pemerintah memiliki system yang berbasis dalam pengelolaan hutan aceh ke depan dan ini juga menjadi landasan dalam rangka pakta integritas yang telah di canangkan oleh Gubernur Aceh dengan Menpan daerah bebas korupsi, artinya PI tidak hanya berlaku pada pengelolaan dana tapi sector hutan aceh juga lebih penting. Sehingga memudahkan bagi Publik , Pemerintah dan Swasta untuk memonitoring dan memastikan Aceh memiliki system  anti korupsi dalam pengelolaan hutan. Kata Alfian Koordinator Badan Pekerja MaTA.[]
Tags