BANDA ACEH | Samudra News
Wacana ibu kota provinsi pindah
ke Takengon sudah muncul semenjak 2005 karena Banda Aceh telah luluh lantak
akibat gempa bumi dan tsunami. Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Aceh
menilai perlu untuk
mewacanakan kembali hal ini, sesuai letak geografis, urat nadi kehidupan
perekonomian dan pembangunan Aceh akan bisa lebih merata ke seluruh wilayah
Aceh. Sekaligus meredam isu pemekaran daerah yang berpotensi menimbulkan
konflik. PII Aceh melihat isu pemekaran muncul karena ada kesenjangan
pembangunan antar daerah di Aceh.
“kami melihat isu pemekaran itu
muncul karena ada kesenjangan pembangunan antar daerah di Aceh” papar Ahmad
Yanis Ketua III PII Aceh dalam press release yang dilayangkan ke Samudra News.
Menurutnya, Ada tiga alasan kenapa perlu mempertimbangkan Ibu
Kota Aceh ke Takengon, pertama, Pertimbangan politik stabilitas
politik di Aceh, kemudian Pertimbangan Sosio-Ekonomi, dan Pertimbangan Fisik dan Geografis.
Lebih lanjut
pihaknya menjelaskan bahwa dari sejarah kita ketahui bahwa, daerah
dataran tinggi Gayo yang merupakan benteng alam yang sangat strategis bagi
pertahanan pasukan kerajaan Aceh. Dataran ini juga sempat digunakan oleh Sultan
Aceh Tuanku Muhammad Daudsyah (1874-1903) beserta pengawalnya maupun
tokoh-tokoh penting dalam Perang Aceh, kemudian Panglima Polem dan Cut Nyak
Dhien juga pernah bertahan kesini bertahan dari serangan penjajah di pesisir.
“Ada banyak contoh Negara yang telah sukses meindahakan Ibu Kota dan Pusat Pemerintahan, diantaranya Malaysia, Brasil, Dan Myanmar. Untuk Aceh, Banda Aceh dijadikan sebagai Pusat Bisnis dan Pusat Pendidikan” tambahnya.
Oleh
karena itu, Ahmad Yanis berharap dengan pindahnya Ibu Kota ke
Takengon akses daerah ke pusat pemerintahan menjadi lebih dekat terutama yang
berada di wilayah perbatasan. Dan wilayah perbatasan dan Selatan Aceh akan
lebih terperhatikan, kita mulai dengan pembukaan jalan Blangkejren-Lokop dan
Nisam-Takengon. Lalu Beutoeng-Blangkejren, InsyaAllah kita dapat membangun Aceh
lebih baik.[Musri/PR]