JAKARTA | Samudra News - Menurut berita yang dirilis dakwatuna.com memaparkan bahwa, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi telah menerbitkan Surat
Edaran (SE) terkait pemanfaatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik
atau e-KTP.
Oleh karena itu, baik instansi pemerintah dan instansi
swasta pun berkewajiban menggunakan card reader bagi yang membutuhkan
data dalam setiap e-KTP itu.
Mendagri pun mengingatkan, semua unit
kerja/badan usaha atau nama lain yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat, sudah memiliki card reader paling lambat akhir tahun
2013. Pasalnya, KTP non elektronik terhitung sejak 1 Januari 2014 tidak
berlaku lagi sehingga e-KTP yang ada tak boleh di fotokopi.
Dalam
SE Nomor: 471.13/1826/SJ tertanggal 11 April 2013 yang ditujukan kepada
para Menteri/ Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)/Kepala
Lembaga lainnya, Kapolri, Gubernur Bank Indonesia (BI)/Para Pimpinan
Bank, para Gubernur, Bupati/Walikota itu.
Mendagri menyebutkan,
bahwa di dalam e-KTP tersebut dilengkapi dengan chip yang memuat
biodata, pas photo, tanda tangan dan sidik jari penduduk, sehingga e-KTP
dimaksud tidak dimungkinkan lagi dipalsukan/digandakan.
“Chip yang tersimpan di dalam e-KTP hanya bisa dibaca dengan card reader (alat pembaca chip),” tulis Mendagri seperti dikutip setkab.go.id.
Atas
keadaan itu, Mendagri Gamawan Fauzi mengingatkan instansi Pemerintah,
Pemerintah Daerah, Lembaga Perbankan dan Swasta wajib menyiapkan
kelengkapan teknis yang diperlukan berkaitan dengan penerapan e-KTP
termasuk card reader sebagaimana diamanatkan Pasal 10C ayat (1) dan (2)
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2011.
Melalui Surat Edaran itu,
Mendagri meminta agar e-KTP yang sudah dimiliki oleh penduduk
(masyarakat) dapat dimanfaatkan secara efektif.
Sebelumnya,
Warga di Kotamadya dan Kabupaten Bekasi yang memiliki KTP elektronik
merasa terkejut terkait hal ini. Mereka tidak pernah mendapat
pemberitahuan terkait hal tersebut, meski telah mengantongi e-KTP selama
tiga bulan.
Tedy misalnya, warga Bekasi Timur ini mengatakan,
tidak mengetahui perihal pemberitahuan dilarang memfotokopi e-KTP.
“Waktu pertama diberikan oleh pihak Kelurahan, tidak ada pemberitahuan
larangan seperti ini, kenapa baru sekarang ada larangan memfotokopi,”
ujar pria kelahiran 1979 ini.
Dia mengungkapkan, sudah semestinya
pemerintah mempersiapkan hal-hal seperti ini. “Banyak beberapa urusan
administrasi yang diminta fotokopi KTP, dengan surat edaran yang
terlambat seperti ini siapa yang akan bertanggung jawab apabila KTP
elektronik warga menjadi rusak,” kata pria yang bekerja di salah satu
perusahaan swasta.
Hal yang sama juga diakui warga Tambun, Husna
Arifa. Dia mengaku baru hari ini mengetahui pemberitahuan untuk tidak
memfotokopi secara berulang KTP elektronik.
Husna menceritakan,
e-KTP miliknya ia terima satu bulan yang lalu dari pihak kelurahan. Dia
pun menegaskan, tidak ada pemberitahuan mengenai hal tersebut dari pihak
kelurahan.
Bahkan, Husna mengakui telah memfotokopi KTP
elektroniknya. “Untung aku baru sekali memfotokopinya, kalau sampai
berulang-ulang nanti malah bisa rusak,” tutur gadis bersuara serak ini.
Dia menginginkan, pemerintah dari awal mempersiapkan hal-hal seperti ini.
“Jangan gara-gara informasi yang telat lalu warga yang menjadi korban,
siapa yang bertanggung jawab apabila KTP elektronik milik warga
terlanjur rusak karena keseringan di fotokopi,” kata gadis 23 tahun ini.
Namun
demikian, surat edaran menteri tersebut tidak sepenuhnya
tersosialisasikan kepada masyarakat yang sudah memiliki e-KTP. Maman
Suherman yang merupakan warga Lampung sudah satu tahun ini memiliki
e-KTP dan sudah memfotokopi kartunya beberapa kali.
“E-KTP saya
sudah lama dan sudah beberapa kali di fotokopi. Ketua Rukun Tetangga
(RT) sama sekali tidak memberitahukan larangan fotokopi ini,” ujarnya,
Senin (6/5). Maman pun menilai pemerintah ‘telat mikir’ dan baru
menyebarkan informasi sepenting itu baru-baru ini.
Ayu Wandarise
Marharina, seorang mahasiswi sebuah universitas negeri di Bogor mengaku
juga tak mengetahui larangan ini. “Wah, saya tidak tahu, informasinya
sangat terlambat,” ujarnya.
Surat edaran Menteri Dalam Negeri
menjelaskan chip e-KTP akan rusak jika di stapler dan di pres. Sinar
mesin fotokopi akan merusak nomor induk kependudukan (NIK). Untuk itu,
e-KTP cukup di fotokopi satu kali, dan sebagai solusinya jika ingin
memperbanyak, fotokopi pertama itu yang digunakan untuk keperluan
lainnya. Untuk pengganti e-KTP dalam pengurusan berbagai administrasi,
cukup dicatat NIK dan nama lengkap saja. [dakwatuna.com]