Jembatan 1982 Putus, Ratusan Warga Merandeh Manyak Payed Kesulitan

samudra-news.com | Aceh Tamiang - Ratusan warga Desa Merandeh Kec. Manyak Payed Kab. Aceh Tamiang mengalami masa sulit dengan ambruknya jembatan tua satu-satunya akses keluar masuk warga di beberapa desa yang menggunakannya. Tersiar kabar pada Sabtu malam (4/1).

Bahri warga Desa Merandeh mengatakan "Kronologis putusnya jembatan berawal satu unit mobil Chevrolet menyebrang dari Merandeh menuju Menasah Paya untuk berangkat ke Tualang Cut, tiba-tiba saat mobil bak terbuka tersebut menyebrang jembatan langsung putus. Dalam kejadian naas tersebut tidak menelan korban jiwa " ujar Bahri.

Bahri menambahkan, "Kejadian tersebut terjadi sekitar dua minggu yang lalu, namun hingga saat ini belum ada bantuan dari pemerintah, saraya mengatakan kemarin ada datang yang mengaku dari dinas PU, tetapi hingga hari ini sudah dua minggu kejadian belum ada tanda-tanda perbaikan" ucapnya.

Dikatakan Bahri menyambung, Putusnya akses penghubung Merandeh-Menasah Paya akibat jembatannya yang sudah dimakan usia, pasalnya jembatan tersebut mulai dibangun pada tahun 1982 selebih itu hanya rehab ringan saja yang dilakukan warga, sebutnya.

Untuk saat ini kata Bahri, untuk menyebrang warga terpaksa menggunakan boat sampan milik warga yang biasanya digunakan untuk mencari ikan, itupun memberatkan warga, karena diminta ongkos 2.000 perorang.

"Air minum RO yang biasanya dijual 5.000 pergalon, sekarang sudah dijual 8.000 pergalon, umumnya warga setempat minumnya pakai air RO, karena air di Gampong itu tidak layak minum lagi"

"Anak sekolah untuk menuju kesekolah harus menunggu boat warga yang kebrangkatannya tidak menentu, sehingga mereka sering telat sampai kesekolah".

"Selain warga, hasil bumi pun sudah terasa susah dikeluarkan, padahal pengahasilan arang sangat lumayan di desa sebagai mata pencaharian sebagian warga disana", ujarnya.

Saya mewakili warga Merandeh meminta kepada pemerintah kabupaten Aceh Tamiang dan Provinsi Aceh supaya ada perbaikan secepatnya, mengingat warga kesulitan mengeluarkan hasil bumi, sebagai mata pencahariannya sehari-hari untuk membiayai keluarganya, tutup kata Bahri. [eddy]