Indonesia
kembali akan menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu). Selain untuk memilih
anggota legislatif, yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat dan Daerah serta
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), juga memilih presiden dan wakil presiden. Pemilihan
anggota legislatif akan diselenggarakan pada 9 April 2014.
Sedang pemilihan presiden (pilpres) putaran pertama akan diselenggarakan pada 5
Juli 2014, dan pemilihan presiden (pilpres) putaran kedua pada
pertengahan September 2014.
Dalam
perspektif Islam, pemilu legislatif pada dasarnya bisa disamakan dengan hukum wakalah, di mana hukum asalnya adalah
mubah (boleh) selama rukun-rukunnya sesuai dengan ketentuan Islam. Yakni adanya
dua pihak yang berakad (pihak yang mewakilkan (muwakkil) dan pihak yang mewakili (wakîl)); perkara yang diwakilkan atau amal yang akan dilakukan oleh
wakil atas perintah muwakkil; serta bentuk redaksi akad perwakilannya (shigat taukîl). Selanjutnya yang akan
menentukan apakah wakalah ini Islami atau tidak adalah pada amal atau kegiatan
apa yang akan dilakukan oleh wakil. Bila kegiatannya bertentangan
dengan akidah dan syariah Islam, maka wakalah ini tidak Islami.
Kegiatan utama wakil
rakyat dalam parlemen adalah membuat atau menetapkan undang-undang, selain
menetapkan anggaran dan melakukan pengawasan atau koreksi terhadap pemerintah.
Berkaitan dengan kegiatan legislasi, harus diingat bahwa setiap muslim yang
beriman kepada Allah SWT, wajib taat kepada syariat Islam yang bersumber dari
al-Quran dan As-Sunnah, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, maupun dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tidak ada pilihan lain bagi seorang
muslim untuk menetapkan hukum kecuali dengan menggunakan syariat Allah SWT.
Tidak boleh seorang
muslim mengharamkan yang telah dihalalkan Allah atau menghalalkan apa yang
telah diharamkan-Nya. Tentang hal ini, At-Tirmidzi, dalam kitab Sunan-nya,
telah mengeluarkan hadits dari ’Adi bin Hatim radhiya-Llahu ’anhu berkata:
’Saya mendatangi Nabi saw. ketika beliau sedang membaca surat Bara’ah:
”Mereka menjadikan orang-orang
alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka
mempertuhankan) al-Masih putera Maryam.” (TQS.
At-Taubah [9]: 31)
Seraya
bersabda: ’Mereka memang tidak beribadah kepadanya, tetapi jika mereka
menghalalkan sesuatu untuknya, mereka pun menghalalkannya; jika mereka
mengharamkan sesuatu untuknya, maka mereka pun mengharamkannya.”
Karena itu, menetapkan
hukum yang bukan bersumber dari wahyu (al-Quran dan As-Sunnah) adalah perbuatan
yang bertentangan dengan akidah Islam. Seorang muslim wajib terikat kepada
syariat Allah seraya dan menolak undang-undang atau peraturan buatan manusia
yang bertentangan dengan hukum yang ditetapkan oleh Allah SWT. Berdasarkan
keterangan di atas, maka setiap penetapan peraturan perundang-undangan yang
bersumber pada selain al-Kitab dan as-Sunnah disebut sebagai aktivitas menyekutukan
Allah SWT. Dengan demikian, wakalah dalam kegiatan legislasi yang akan
menghasilkan hukum atau peraturan perundangan sekular atau yang bertentangan
dengan syariat Islam tidak diperbolehkan.
Adapun
wakalah dalam konteks pengawasan atau koreksi dan kontrol terhadap
pemerintah dibolehkan selama tujuannya adalah untuk amar makruf dan nahi
mungkar (menegakkan kemakrufan dan mencegah kemunkaran).
Karena itu, berkenaan dengan Pemilu Legislatif 2014,
Hizbut Tahrir Indonesia mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia:
1. Bahwa memilih dalam pemilu adalah hak, dan setiap
penggunaan hak pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di akhirat
kelak. Karena itu, pastikan bahwa hak itu digunakan dengan sebaik-baiknya
dengan cara memilih calon anggota legislatif yang baik, yakni yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a.
Menjadi calon dari partai Islam, bukan dari partai
sekuler, yang benar-benar secara
nyata terbukti berjuang untuk tegaknya Islam. Asas Islam dari partai itu harus
tercermin dalam fikrah yang diadopnya baik menyangkut politik dalam dan luar
negeri, sistem pemerintahan, ekonomi, sosial dan pendidikan. Dan semua fikrah
itu tergambar dengan jelas hingga siapa saja dengan mudah bisa mempelajarinya.
Juga tercermin dalam keterikatan pada syariat Islam dalam kehidupan kepartaian
sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan anggota maupun dalam hubungannya
dengan yang lain dalam kehidupan berparlemen, termasuk dalam soal materi
kampanye, strategi dan tatacara yang dilakukan.
b.
Tujuan
dari pencalonan itu adalah untuk melakukan muhasabah,
bukan legislasi; menghentikan sistem
sekuler dan menggantinya dengan sistem Islam. Mewujudkan kehidupan Islam di
mana di dalamnya diterapkan syariat Islam di bawah naungan khilafah.
c.
Harus menyuarakan secara terbuka tujuan dari pencalonan
itu. Dengan kata lain, calon wakil rakyat itu menjadikan parlemen sebagai
mimbar (sarana) dakwah Islam, yakni menegakkan sistem Islam, menghentikan
sistem sekuler dan mengoreksi penguasa. Dalam kampanyenya harus
menyampaikan ide-ide dan program-program yang bersumber dari ajaran Islam.
d. Bersungguh-sungguh dalam perjuangan untuk mewujudkan
tujuan ini, tegas dan terbuka, tanpa rasa takut dan malu. Dan dalam
proses pemilihan tidak menempuh cara-cara haram seperti penipuan, pemalsuan dan
penyuapan, serta tidak bersekutu dengan orang-orang sekuler.
2.
Bahwa
pemilu harus tidak boleh digunakan untuk melanggengkan sistem sekular karena
hal itu bertentangan dengan akidah dan syariah Islam. Selanjutnya, harus terus berjuang
dengan sungguh-sungguh untuk mengubah sistem sekular ini menjadi sistem Islam
melalui perjuangan yang dilakukan sesuai dengan thariqah dakwah
Rasulullah saw melalui pergulatan pemikiran (as-shirâul fikriy) dan perjuangan politik (al-kifâh as-siyâsi). Perjuangan itu diwujudkan dengan mendukung
individu, kelompok, jamaah, dan partai politik yang secara nyata dan konsisten
berjuang demi tegaknya syariah dan khilafah; serta sebaliknya menjauhi
individu, kelompok, jamaah dan partai politik yang justru berjuang untuk
mengokohkan sistem sekuler.
3.
Maka
harus diingatkan pula, bahwa perbaikan menyeluruh tidak akan pernah terjadi
kecuali melalui perubahan sistem dari tatanan yang sekularistik menuju tatanan
yang Islami. Karena itu, meski nanti bakal terpilih tokoh muslim yang Islami
sebagai wakil rakyat, umat tidak boleh berhenti berjuang, karena harus
diperjuangkan pula perubahan sistem dari sistem yang sekularistik sekarang ini
menuju sistem Islam.
4.
Tidak boleh terpengaruh oleh propaganda yang menyatakan
bahwa mengubah sistem sekular dan mewujudkan sistem Islam mustahil dilakukan. Tidak
boleh ada rasa putus asa dalam perjuangan. Dengan pertolongan Allah, Insya
Allah perubahan ke arah Islam bisa dilakukan asal perjuangan itu dilakukan
dengan sungguh-sungguh dan ikhlas. Yakinlah, Allah SWT pasti akan menolong
orang yang menolong (agama)-Nya, khususnya dalam usaha mewujudkan kembali
kehidupan Islam (isti’nâfu al-hayah al-
Islâmiyah) di mana di dalamnya diterapkan syariat Islam dan mengemban
risalah Islam ke seluruh dunia dengan kepemimpinan seorang khalifah yang akan
menyatukan umat dan negeri-negeri Islam untuk kembali menjadi umat terbaik
serta memenangkan Islam di atas semua agama dan ideologi yang ada. Kesatuan
umat itulah satu-satunya yang akan melahirkan kekuatan, dan dengan kekuatan itu
kerahmatan (Islam) akan terwujud di muka bumi. Dengan kekuatan itu pula
kemuliaan Islam dan keutuhan wilayah negeri-negeri muslim bisa dijaga dari
penindasan dan penjajahan negeri-negeri kafir sebagaimana yang terjadi di Irak,
Afghanistan, Palestina dan di tempat lain.
5.
Kepada
aktivis partai politik diingatkan, bahwa sebagai muslim harus benar-benar
berjuang untuk tegaknya Islam, yakni terwujudnya kehidupan Islam di mana di
dalamnya diterapkan syariah Islam. Bahwa partai politik harus menjadi wasilah
atau sarana untuk mencapai tujuan itu. Artinya, partai politik harus
benar-benar digerakkan ke arah sana, mulai mulai dari penetapan asas,
konsep-konsep atau pemikiran yang diadopsi, perilaku kesehariannya, materi
kampanye dan kesungguhannya dalam mewujudkan semuanya tadi di dalam parlemen.
Jika semuanya itu dilakukan, itu menunjukkan bahwa partai ini memang
benar-benar secara terbuka berjuang bagi tegaknya kehidupan Islam. Perlu
diingatkan pula, bahwa Allah SWT Maha Tahu apa yang diperjuangkan; apakah
berjuang sungguh-sungguh demi Islam atau sekadar demi jabatan dan kekayaan
serta sekadar menjadikan Islam sebagai alat untuk mengelabuhi umat demi meraih
tujuan politik. Semua itu pasti akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan
Allah SWT.
6.
Mengingatkan bahwa semua berpulang kepada masyarakat
apakah akan membiarkan negeri ini terus diatur dengan sistem sekular dan
mengabaikan syariat Islam, sehingga membuat negeri ini terus terpuruk; ataukah
sebaliknya bersegera menegakkan syariat Islam sehingga kedamaian,
kesejahteraan, dan keadilan benar-benar akan terwujud. Karena itu, umat Islam
di Indonesia sebagai pemegang kekuasaan hendaknya memperhatikan momentum pemilu
ini. Bahwa Pemilu ini tidak boleh menjadi alat untuk
melanggengkan sistem sekular. Sebaliknya, umat Islam harus berusaha untuk
menegakkan sistem Islam dan menghentikan sistem sekular.
7.
Menyerukan
kepada para pelaku politik di Aceh tidak terjebak pada tindakan kekerasan yang
hanya merugikan umat. Dimana seharusnya umat dibawa menuju kepada perubahan
sistem dari sistem sekular menuju sistem Islam. Bukan malah menjerumuskan umat
pada politik praktis kotor yang diperparah oleh politik kekerasan yang
nyata-nyata di haramkan oleh Allah SWT.