Polisi Syariah: Belum Ada Keputusan Cambuk

0
Langsa - Dinas Syariat Islam Kota Langsa, Provinsi Aceh, mengaku belum memutuskan hukuman cambuk bagi Y, 25 tahun, warga Lhok Banie, Kecamatan Langsa Barat, yang menjadi korban pemerkosaan oleh delapan pria yang menggerebeknya saat berbuat mesum pada Kamis dinihari lalu, 1 Mei 2014.

“Sedang ditangani penyidik Polres Langsa karena di Polisi Syariah tidak ada penyidik," kata Kepala Dinas Syariat Islam Ibrahim Latif kepada Tempo, Rabu, 7 Mei 2014. Soal apakah akan dikenakan qanun khalwat atau tidak itu bergantung pada hasil penyelidikan. Selanjutnya, ujar dia, dari penyidik akan diteruskan ke kejaksaan, Mahkamah Syariah. 

"Kalau ada keputusan perintah eksekusi cambuk, baru kami yang kerjakan,” ucap Ibrahmin. Ia  enggan menjelaskan lebih lanjut. “Saya tidak mau mengatakan sekarang dicambuk atau tidak. Keputusannya bergantung pada hasil penyelidikan dan Mahkamah.”  

Menurut Ibrahim, Dinas Syariat Islam hanya menjalankan tugas pokok dan fungsi. Dia menjelaskan hukuman cambuk merupakan bagian dari pembinaan. Namun, jika kasus ini sudah masuk ranah hukum, hasil dari penyelidikan polisi dan Mahkamah menjadi hasil akhir.

Y diperkosa oleh delapan pria dengan alasan ingin memberinya pelajaran lantaran kerap terlihat membawa laki-laki yang diduga bukan muhrim ke rumahnya pada malam hari. Lima pemerkosa kabur, sementara tiga orang berhasil dicokok Kepolisian Resor Langsa, salah satunya masih berusia 15 tahun.

Anehnya, Dinas Syariat lebih mempersoalkan kasus perzinahan Y dengan WA daripada melindunginya sebagai korban pemerkosaan. Dinas Syariat Kota Langsa meminta Y dihukum cambuk dengan menggunakan qanun khalwat.

Di Aceh, kasus mesum disebut dengann sebutan khalwat dalam aturan Qanun Nomor 14 Tahun 2003. Pada pasal 1 ayat 20 disebutkan makna khalwat adalah perbuatan bersunyi-sunyi di antara dua orang mukalaf atau lebih yang berlainan jenis dan bukan muhrim atau tanpa ikatan perkawinan. 

Dalam penjelasan umum disebutkan pula bahwa khalwat/mesum tidak hanya terjadi di tempat-tempat tertentu yang sepi dari penglihatan orang lain. Namun juga terjadi di tengah keramaian atau di jalanan atau di tempat-tempat lain, di mana laki-laki dan perempuan berasyik masyuk tanpa ikatan nikah. 

Pemerintah Provinsi Aceh sejak 2003 telah membuat peraturan daerah atau Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (Mesum). Qanun itu mengacu pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001, antara lain dalam bidang pelaksanaan syariat Islam dalam kehidupan masyarakat.

Bagi yang melanggar khalwat akan diancam uqubat ta’zir berupa dicambuk paling banyak sembilan kali, paling sedikit tiga kali dan/atau denda paling banyak Rp 10 juta, paling sedikit Rp 2,5 juta.

TEMPO.CO

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)