‘Sombong’ Penyakit Yang Berbahaya

0

Oleh: Drs. H. A. Samad Hasan, M.B.A

DALAM sebuah kisah, disebutkan bahwa pada suatu ketika seorang profesor yang baru saja pulang dari luar negeri merasa sangat rindu terhadap teman-teman kecilnya. Dalam perasaan gembira tersebut, bertemulah ia dengan salah seorang teman dekatnya. Dengan penuh haru dan kegembiraan, merekapun mulai bernostalgia dengan saling bercerita tentang masa kanak-kanak mereka. Kemudian profesor itu menanyakan pada temannya tersebut, hai “Pal”, ‘kamu kerja dimana sekarang?’ Saya hanya bekerja sebagai nelayan dan memancing ikan dilaut, jawabnya. ‘Jadi kamu tidak sekolah dulu?’ Sekolah, tapi hanya tingkat SMP saja, makanya saya sulit untuk mendapatkan pekerjaan, kecuali hanya memancing ikan di laut saja pakai sampan ini, jawab si Pal. Mereka terus saling bertukar cerita sambil memancing diatas sampan sang nelayan.

Sang profesor pun melanjutkan pembicaraan, ‘oh kalau begitu kamu termasuk gagal di dalam perjalanan hidupmu, sekarang sudah zaman modern, tanpa pendidikan tinggi berarti peluang hidupmu hanya tinggal 50% saja’. Zaman sekarang tanpa sekolah akan sangat sulit hidup. Coba lihat, saya sekarang sudah dapat menikmati hidup dengan gembira dan sudah merantau ke berbagai negara untuk menuntut ilmu dan bekerja. Beliau bertanya kembali, Pal, kamu bisa bahasa inggris? ‘Tidak’ jawab si Pal. Oh, kalau bahasa inggris juga tidak bisa, berarti peluang hidupmu hanya tinggal 25% lagi, kata professor.
Sedang serius mereka berbincang-bincang tiba-tiba gelombang laut yang besar menghempaskan sampan yang sedang mereka tumpangi, hingga sampanpun terbalik, terjatuhlah mereka berdua. Si ‘Pal’, pandai berenang, sedangkan sang profesor tidak pandai berenang karena tidak pernah belajar berenang hingga dia pun tenggelam. Namun, dia pun terselamatkan oleh bantuan temannya si ‘Pal’.

Setelah profesor itu sadar, si Pal mengatakan pada profesor, ‘wahai profesor temanku’, seperti yang baru saja kamu sampaikan, memang aku hanya memiliki peluang hidup 25% saja, tetapi jika saya tidak punya ilmu berenang berarti saya tidak bisa menolongmu, tentu saja peluang hidupmu hanya 0 % saja. Profesor pun menyadari bahwa seorang profesor masih membutuhkan bantuan dari seorang nelayan yang hanya tamatan SMP. Kisah ini tentu menjadi pembelajaran bagi kita semua akan pentingnya menghargai kelebihan dan kekurangan orang lain.

Sebagai mahluk sosial, tidak ada seorang manusiapun yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain.

Didalam islam, pembelajaran seperti inipun sudah pernah terjadi pada pada zaman Rasulullah SAW. Sebagai contoh, pada saat ‘Perang Badar’. Ketika terjadinya perang badar, jumlah pasukan kaum muslimin hanyalah 700 orang dan hanya dilengkapi dengan peralatan tempur yang terbilang sangat sederhana, sedangkan tentara kaum musyrikin berjumlah 3000 orang pasukan. Melihat kondisi ini, sudah dapat diprediksi bahwa tentara musyrikin tak mungkin terkalahkan. Sehingga penyakit ‘sombong’pun menjangkiti para petinggi dan tentara musyrikin. Namun, sejarah mencatat bahwa, perang badar telah dimenangkan oleh pasukan kaum muslimin. Berkaitan dengan perang badar, Allah SWT berfirman dalam surat Al-Anfal ayat 12-14 yang artinya: ”Allah SWT mengirim para malaikat bersama kaum muslimin dan meneguhkan tekad orang-orang yang beriman, dan dimasukkan perasaan takut kedalam hati orang-orang kafir karena mereka menentang Allah SWT dan rasulnya”. Sehingga didalam perang badar ini, kelihatannya saja 700 pasukan melawan 3000 pasukan, tetapi sebenarnya Allah SWT telah mengirimkan beribu pasukan ‘tak terlihat’ untuk membantu memenangkan pasukan muslim.

Dalam kisah lainnya, sewaktu pecah Perang Hunai, jumlah pasukan kaum muslimin mencapai 12.000 orang. Jumlah yang sangat besar itu, telah menimbulkan rasa sombong dalam kalangan pasukan muslim, karena selain pasukannya banyak dan terlatih, pihak musuhpun dipercayai dalam keadaan serba kekurangan, sehingga dianggap mudah untuk dikalahkan. Namun ternyata saat perang berlangsung, pasukan kaum muslimin tercerai berai dan lari ketakutan karena banyak sekali yang tewas akibat terkena panah dan sabetan pedang. Nabi Muhammad SAW mendengar kekalahan tersebut dan menyuruh para sahabat untuk memanggil kembali pasukan yang sudah ketakutan atas perintah Allah SWT dan mengatur strategi perang kembali hingga dapat mengalahkan Hunai. Allah SWT sangat benci kepada  orang-orang yang bersifat sombong, karena sombong itu sifat syaitan, dan syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi setiap muslim. Untuk kisah perang Hunai ini, dapat dijumpai dalam al quran surat At-Taubah ayat 25-28 yang artinya: “Ingatlah di dalam perang Hunai, ketika kalian congkak membanggakan jumlah kalian yang banyak ternyata jumlah yang banyak itu tidak berguna sama sekali buat kalian, ketika itu bumi yang luas ini kalian rasa amat sempit kemudian kalian lari cerai berai, kemudian Allah SWT menurunkan ketenangan kepada Rasulnya dan kepada orang-orang yang beriman, lalu Allah SWT mengirimkan bala tentara yang kalian tidak dapat melihat dan Allah SWT menimpakan bencana yang dahsyat kepada orang-orang kafir”. Melalui kisah ini, dapat kita ambil pelajaran, bahwa kuantitas atau jumlah yang banyak, belum tentu bisa mencapai kualitas yang baik tanpa ada bantuan Allah SWT.

Dari dua ayat diatas, dapat kita pahami bahwa egois, congkak alias sombong itu harus dihindari, terutama sekali bagi orang-orang yang terpilih menjadi pemimpin rakyat. Ada beberapa hal yang perlu kita sadari bahwa: sebagai “Pemimpin” janganlah meniru gaya kepemimpinan Raja Fir’aun, dia mati dalam keadaan sangat hina di dalam laut merah. Sebagai “Hartawan”, jangan mengikuti gaya karun, dia mati di telan tanah hidup-hidup. Sebagai “Ulama” jangan mengikuti langkah “Syiah Bal’am”, dia langsung menjadi babi dalam keadaan hina karena kesemuanya mereka adalah angkuh, sombong, congkak seolah tiada lain yang maha kuasa.

Dalam hadist nabi juga disebutkan bahwa setiap pemimpin yang baik ada contoh yang ditiru sebelumnya dan ada rakyat yang meniru setelahnya. Penulis juga ingin mengingatkan kepada setiap pemimpin agar jangan meniru gaya kepemimpinan yang tersebut diatas, tapi ambillah gaya kepemimpinan Rasulullah SAW agar selamat dunia akhirat.

Penulis adalah Pimpinan Yayasan Pendidikan Basic English Course (BEC), Matang Seulimeng Langsa.

Tags

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)