Pekerja Impor Masuk Kampus IAIN Langsa |
samudranews.com | KOTA LANGSA - Perubahan
status Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Zawiyah Cot Kala Langsa
menjadi Institute Agama islam Negeri (IAIN) Langsa atau kemudian dengan tanpa
merujuk nomenklatur kerap disebut IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa yang sampai saat
ini masih menjadi tanda tanya besar bagi alumninya dan masyarakat Aceh umumnya.
Ihkwal dimaksud menjadi
pembahasan hangat baik dalam diskusi mahasiswa, aktivis sampai forum alumni. Sejatinya,
persoalan ini sudah menjadi konsumsi publik tentang hilangnya nama Zawiyah Cot
Kala dalam alih status kelembagaan perguruan tinggi itu.
Meskipun sesayup terdengar
suara dari sang pimpinan kampus akan memperjuangkan pengembalian nama tersebut.
Namun hingga saat ini belum ada informasi akurat tentang progres pengembalian
nama itu. Demikian dikatakan, Sekretaris Jenderal Korps Alumni Zawiyah Cot Kala
(Kopazka), Hermansyah, S.Sos.I melalui rilisnya, Minggu (12/4/2015).
Ironisnya, kata dia, lahirnya
IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa, secara otomatis terjadi perubahan struktur
kelembagaan kampus. Tentunya, membutuhkan banyak pejabat, baik dalam jabatan
struktural maupun fungsional. Karenanya membutuhkan sejumlah prosedur dan
kebijakan dalam pengangkatan pejabat (tenaga kerja) dalam posisi-posisi
tertentu.
Dalam hal penempatan pejabat
kampus, lanjut Herman, baik struktural maupun fungsional telah menghadirkan tenaga
kerja dari luar (pekerja impor) yang dianggap oleh pimpinan kampus mampu untuk
bekerja dalam memangku jabatan diberikan kepadanya.
“Saya menilai bahwa kebijakan
pimpinan kampus untuk mendatangkan tenaga kerja dari luar (pekerja Impor) untuk
memangku jabatan dikampus IAIN Zawiyah Cot Kala Langsa menunjukkan ketidak
mampuan akademisi atau pekerja dari dalam kampus. Dalam kajian ilmu politik,
apakah dengan menghadirkan pekerja impor
dari luar sebagai strategi untuk mempertahankan atau memperkuat kekuasaan
di kampus agar dapat berkuasa seterusnya,” tanya mahasiswa pasca sarjana IAIN
Sumatera Utara itu.
Padahal, tuturnya, akademisi
dan pekerja di dalam kampus cukup memadai untuk ditempatkan dalam jabatan
dikampus. Akan tetapi, mengapa harus mendatangkan dari luar, ini aneh sekali?.
Karena pekerja yang didatangkan dari luar belum pernah mengabdi dikampus ini,
dan seolah-olah menikmati hasil kerja keras orang lain. Karena yang
bersangkutan datang setelah kampus ini berubah status kelembagaan.
“Mungkinkah kualitas
akademisi / pekerja dalam tidak mampu untuk bekerja dan menjalankan tugas yang
diberikan. Jika, alasannya tidak cukup pangkat dan gelar akademik tetapi kenapa
ada yang diangkat tidak sesuai dengan pangkat dan gelar akademik. Apakah
pengangkatan ini menggunakan prosedur atau kebijakan. Kalau kebijakan, tentunya
sarat dengan suka dan tidak suka (like
and dislike),” ketus dia.
“Kalau prosedur, tentunya berpegang pada aturan. Dia melihat ada dua pola yang
diterapkan yakni kebijakan dan prosedur. Sehingga tidak utuh kebijakan dan
tidak utuh prosedur. Sehingga membuat keputusan pengangkatan pejabat tersebut
tidak profesional dan akuntabel. Kehadiran pekerja impor yang lahir dalam
kalangan kolega, biasanya dalam kajian politik disebut perennial power (kekuasaan Abadi),” tegas aktivis itu.
Kemudian, sambung dia, dalam
melanggengkan kekuasaan dapat bertahan apabila dilakukan beberapa hal yakni;
menghilangkan peraturan-peraturan, membuat kebijakan baru yang menguntungkan
penguasa, membuat sistem kepercayaan yang membantu memperkuat penguasa, dan
memperkuat nepotisme.
“Ini adalah fenomena
manajemen konflik tercipta yang akan melemahkan kinerja civitas akademika dalam
menjalankan tugasnya. Meskipun manajemen konflik mampu memberikan dampak
positif dalam mempertahan kekuasaan dan kemimpinan,” pungkas Hermansyah.
| Alam