(Ketua Umum UKM LDK ASSALAM Universitas)
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
JIKA manusia hidup dikembalikan
sepenuhnya kepada akal dan keinginannya, niscaya tampak berbagai model corak
kehidupan. Ada yang bebas nilai, yang terpenting adalah kepuasan pribadi
seperti kelompok pengikut ekstensialis atau masyarakat nomaden. Ada pula yang
kolot dan sangat terikat dengan sekat-sekat budaya dan adat istiadat.
Tetapi hidup seperti itu tidak akan
membawa jaminan kebahagiaan, karena jaminan kebahagiaan datangnya dari yang
maha mengerti tentang hakekat kehidupan dan hendak kemana ummat manusia menuju.
Hanya satu jalan, yaitu kita mengikuti jalan yang ditunjukkan oleh sang Maha
kuasa melalui kitab suci-Nya atau melalui petunjuk utusan-Nya yaitu Muhammad
SAW
Diantara sekian petunjuk Nabi SAW yang
biasanya disampaikan dengan ungkapan yang pendek dan arti yang mendalam, yaitu
hadits yang berbunyi:
"Diantara nilai kebaikan Islam
seseorang (apabila) dia meningalkan sesuatu yang tidak berarti baginya".
(HR. Turmudzi dan Ibnu Majah)
Hadits tersebut dinilai oleh Imam
Nawawi sebagai hadits yang kualitas sanadnya hasan. Dan kualitas sanad ini
semakin menjadi kuat karena banyaknya syawahid atau penguat dengan adanya
riwayat-riwayat yang mirip dengan hadits itu.
Menurut Ibnu Sholah dari Abi Muhammad
bin Abi Zaid, seorang tokoh madzhab Maliki di masanya, berkata bahwa hadits di
atas merupakan salah satu dari empat hadits yang menghimpun kandungan akhlak
dan kebaikan yang sangat mendalam.
Pengertian hadits itu, menurut Ibnu
Rajab, bahwa kualitas baik dari keislaman seseorang itu manakala meninggalkan
ucapan atau perbuatan yang tidak berguna dan sebaliknya justru memperhatikan
terhadap ucapan dan perbuatan yang berguna.
Pengertian sesuatu ucapan dan perbuatan
yang berguna itu ukuran standarnya adalah ajaran Islam bukan hawa nafsu
manusia. Diantara yang berguna menurut Islam adalah mengerjakan kewajiban dan
meninggalkan yang terlarang bahkan meninggalkan yang syubhat (samar) dan makruh
(yang dibenci). Dari sikap tersebut akan melahirkan rasa malu yang dapat
menjadi rem bagi seseorang agar tidak tergelincir ke dalam dosa dan kehidupan
yang tidak bermakna.
Seperti kata Nabi yang dibawakan oleh
Ibnu Mas'ud: "Bahwa malu kepada Allah SWT akan berkonsuekensi menjaga
kepala dan seisinya, menjaga perut dan kandungannya serta mengingat mati dan
kedahsyatannya. Bagi orang yang menghendaki akhirat, dia akan meninggalkan
hiasan dunia dan orang seperti itulah yang mempunyai rasa malu yang hakiki
kepada Allah SWT (HR. Turmudzi)
Meskipun penekanan dari hadits itu
lebih mengarah kepada pengendalian ucapan seperti pada hadits lain yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, "bahwa diantara kualitas bagusnya Islam
seseorang itu karena dia sedikit berbicara terhadap apa yang tidak berguna".
(hadits ini lemah tetapi ia menjadi kuat karena syawahidnya).
Karena itu pengendalian lisan bagi
setiap muslim merupakan keniscayaan. Kenapa demikian? Karena berapa banyak
keributan bahkan peperangan terjadi karena kurangnya kendali lisan itu. Bahkan
lebih jauh Nabi SAW mengatakan kepada Muadz bin Jabal bahwa banyak orang masuk
neraka akibat ulah lisannya (HR. Turmudzi, shahih).
Makanya ada nasehat salah seorang ulama
yang berbunyi "Jika anda berbicara, perhatikan bahwa Allah SWT
mendengarnya dan jika anda diam, ingat kalau Allah memperhatikan anda".
Mari kita perhatikan di sekitar kita,
banyak terjadi permusuhan diantara para elite disebabkan karena statemen yang
tidak berkualitas. Dan, konon bisa melengserkan seorang presiden. Sungguh luar
biasa pengaruh lisan itu.
Agar kehidupan warga muslim lebih
berarti, marilah kita simak penjelasan pelengkap yang disampaikan oleh
Rasulullah SAW. Dalam Suhuf Ibrahim AS terdapat ungkapan: "Bagi orang yang
menghormati akalnya, hendaklah dia menjaga waktunya: ada waktu untuk bermunajat
(berkomunikasi) denga Rabnya, ada waktu untuk mengintrospeksi dirinya, ada
waktu memikirkan ciptaan-Nya dan ada waktu untuk memenuhi kebutuhan makan dan
minumnya.
Kemudian orang yang berakal akan
memperhatikan tiga hal, yaitu:
1. Berbekal untuk akhirat.
2. Bekerja untuk hidup.
3. Menikmati yang halal.
Orang berakal hendaknya memahami
realitas zamannya, memperhatikan dirinya dan menjaga lidahnya. Barangsiapa
menjadikan ucapannya termasuk perbuatannya (yang akan dipertanggung jawabkan),
maka akan sedikit ucapannya kecuali yang perlu saja (HR. Ibnu Hibban dalam
shahihnya).
Demikianlah nasehat yang
berasal dari sumber dan telaga suci Nabi Muhammad SAW agar kita perhatikan
dalam kehidupan kita, supaya hidup ini lebih bermakna untuk diri kita dan
lingkungan kita. Semoga.[]