Kapolsek Ulee Kareng itu Seorang Perempuan Cantik

Suasana sejuk langsung terasa saat melangkahkan kaki ke sebuah ruangan. Satu set sofa coklat serasi dengan gorden jendela berwarna senada. Di bagian lain ruangan, sebuah sofa tunggal warna hitam berlapis ungu terlihat kosong. Di dekatnya ada serumpun anggrek ungu yang terletak di pintu masuk.

Di dinding ruangan terdapat tiga bingkai besar berisi foto Presiden RI, Wakil Presiden, dan lambang negara Garuda Pancasila. Ada juga foto Kepala Polda Aceh Irjen Pol Iskandar Hasan.

Sebuah televisi terconggok di ruangan. Di pojok atas, kamera CCTV mengintip rungan tersebut. Lalu, sebuah meja kerja dan seperangkat laptop di atasnya. Di pojok meja sebuah cangkir bermotif batik warna cokelat tampak sangat elegan. Di belakang meja ada sebuah kursi dengan bantal berwarna merah jambu. Kesannya feminim dan ceria.

Di ruangan inilah sehari-hari Iptu Vita Indrawati AMd. IK menjalankan tugasnya sebagai Kepala Kepolisian Sektor Ulee Kareng. Ia membawahi lima kepala unit dan dua kepala seksi.

Saat ditemui The Atjeh Post pada Senin 20 Februari 2012 lalu, Vita, begitu ia biasa disapa, tampak berwibawa dengan balutan pakaian dinasnya. Pun begitu, kesan feminim tampak jelas dari kaus kaki merah jambu yang tersembunyi di balik sepatu yang hitam mengkilat. Wajahnya hanya disapu make up minimalis. Ia terlihat ramah.

Di bagian depan pakaian dinasnya terdapat beberapa tanda khusus kepolisian seperti tanda pangkat, tanda kewenangan, brivet penyidik, brivet skuba diving, dan brivet SAR darat. Sedangkan di kedua kerahnya terdapat tanda ivolet berlambang padi dan kapas. Lengkap dengan emblem Bareskrim di lengan sebelah kanan, juga tali kur dan peluit.

Menjadi aparat penegak hukum rupanya memang telah menjadi cita-citanya sejak kecil. Sang Kapolsek yang masih lajang ini mengaku bahwa bila seandainya ia tidak menjadi seorang polisi wanita, maka ia tetap akan menaruh minat khusus di bidang hukum, seperti kejaksaan.

Dilahirkan pada 18 Juni 1986 di Surabaya, umurnya memang boleh terbilang masih sangat muda dengan jabatan yang diembannya saat ini. Ia lulusan 2007 Batalyon Bhakti Satria dari Akademi Kepolosian Semarang. Tetapi sikap profesionalisme sangat jelas terlihat dari bahasa tubuh dan caranya berbicara. Lugas dan fleksibel.

Begitu selesai pendidikan Vita langsung ditempatkan ke Aceh pada tahun 2008 dengan jabatan Kanit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) di Polres Lhokseumawe. Di unit ini ia banyak menangani kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga dan tersangka anak. Karirnya terus naik dengan menjadi Kepala Unit Narkoba di tahun 2009, lalu menjadi Kepala Satuan Narkoba pada 2010.

Tentu tidak sedikit pengalaman pengalaman menarik selama ia bertugas di kepolisian, terutama saat menjabat di unit dan satuan narkoba. Perempuan penyuka warna ungu ini mencontohkan saat ia dan timnya mencari jejak ladang ganja di daerah Sawang, Aceh Utara. Ia menjadi ketua tim dan satu-satunya perempuan di mana seluruh anak buahnya adalah laki-laki.

Mereka menempuh perjalanan sekitar dua jam dari Lhokseumawe untuk mencapai lokasi terdekat ladang ganja. Bahkan setelah itu pun perjalanan dilanjutkan dengan perjalanan kaki sampai mereka menemukan apa yang dicari. Mereka menyusuri sungai-sungai kecil di hutan, karena ladang ganja biasanya berada tidak jauh dari sumber air. Saat malam hari, kata Vita, mereka tidur di hutan dengan membuat tenda atau di rangkang (gubuk) kosong, dengan membuat api unggun sebagai sumber penerangan.

Ketika operasi seperti itu, Vita memang mengaku kadang-kadang timbul rasa was-was dan takut karena mereka tidak bisa memprediksi situasi di lapangan. Tetapi ia hanya menyerahkan dirinya kepada Allah SWT.

Berbagai perasaan muncul dalam dirinya. Sebagai seorang perempuan yang masih muda, ia merasa sangat sedih dengan apa yang dilihatnya. Ia mengkhawatirkan nasib anak-anak penduduk di daerah tersebut, bagaimana masa depannya, bagaimana sekolahnya, jika mereka menjadi korban dari penyalahgunaan narkoba yang sangat mudah mereka dapatkan.

Namun, ada juga rasa puas yang menghinggapi dirinya karena tim yang ia pimpin berhasil menemukan ladang ganja tersebut. Apalagi saat tanaman berperdu itu dimusnahkan. Tentu saja itu merupakan pencapaian yang tidak mudah diungkapkan dengan kata-kata selain rasa syukur kepada yang maha kuasa.



Tiga tahun di Lhokseumawe, Vita dipindahkan ke Banda Aceh pada 2011 lalu dengan jabatan sebagai Kanit Pidana Umum di Polresta Banda Aceh. Tak lama setelah itu pada 2 November di tahun yang sama ia mendapat jabatan di tempatnya yang sekarang dan dilantik pada 19 November 2011.

Namun, tidak semuanya berjalan mulus. Dalam menjalankan tugasnya banyak aral ia temui. Anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Almarhum Sudarno dan Tuminingsih ini kerap mendapat diskriminasi dari rekan-rekan sejawatnya yang lelaki. Seperti misalnya dianggap remeh serta dianggap tidak memiliki kecakapan dalam hal memimpin, karena dirinya seorang perempuan.

Tapi hal itu tidak membuat Vita berkecil hati. Kondisi itu justru membuatnya semakin bersemangat dan terpacu untuk membuktikan bahwa perempuan juga bisa memimpin. Dengan prinsip hidup yang dipegangnya Vita berkomitmen bahwa ia semaksimal mungkin akan berusaha mengubah kesan negatif terhadap perempuan. "Agar kedudukan perempuan menjadi setara dengan laki-laki."

Menurut dia dalam beberapa hal perempuan justru bisa lebih sukses karena perempuan lebih ikhlas dalam bekerja, lebih mau berpikir, dan menggunakan hati.

“Perempuan tidak egois, dalam bekerja pendekatan yang dilakukan perempuan juga berbeda, lebih mengutamakan komunikasi,” kata Vita sambil menunjukkan cincinnya yang bermata ungu. Sajadah dan mukenanya juga ungu.

Ini juga yang menginspirasi Vita dalam menentukan kebijakan-kebijakannya. Seperti misalnya tidak melakukan kekerasan secara fisik kepada tersangka dalam kasus-kasus yang ditanganinya. Dalam mengungkap sebuah kasus ia tetap mengutamakan asas praduga tidak bersalah.

Iptu Vita dibesarkan di lingkungan keluarga yang selalu mengedepankan nilai-nilai kedisiplinan, kejujuran, dan hemat. Almarhum ayahnya seorang pegawai negeri di Pelabuhan Tanjung Perak. Ketika ia dewasa dan menjadi pejabat negara seperti sekarang, nilai-nilai yang diajarkan orang tuanya itulah yang membuat Vita menjadi pribadi supel dan disenangi rekan-rekannya.

Ia mudah bergaul dengan masyarakat. Setiap hari libur bila ada kesempatan ia akan menghabiskan waktunya untuk berolahraga renang atau bersepeda dengan teman-temannya di komunitas sepeda Fixie Kutaradja. Kadang Vita hanya menghabiskan waktu libur untuk membaca novel-novel bergenre romantis yang sangat disukainya.

Nur Ilhami, bawahan Vita di Polsek Ulee Kareng, mengatakan sebagai atasan Vita selalu ada untuk anggotanya. Ia juga memperlakukan mereka seperti keluarga sehingga dalam menjalankan tugas mereka merasa sangat nyaman. Ia juga lebih responsif terhadap isu-isu perempuan. Terkadang mereka menghabiskan waktu bersama di luar tugas sebagai polisi wanita. “Ibu seorang yang supel dan ramah,” kata Nur Ilhami.[]


sumber: atjehpost.com
Tags