Peran Mahasiswa Selaku Ujung Tombak Gerakan Perubahan

Oleh: Muhammad Yunansyah

Pemuda dan Mahasiswa memang harapan bangsa. Apalagi, jika ditilik lebih jauh ke belakang, Kebangkitan Nasional pun sebenarnya juga dipelopori oleh generasi muda, yang kala itu tergabung melalui organisasi Boedi Oetomo. Kini, 100 tahun pasca Kebangkitan Nasional dan 80 tahun Sumpah Pemuda, patut dipertanyakan apa peran para pemuda kali ini.

Betapa pun kita menyadari tantangan pemuda dan mahasiswa saat ini berbeda dengan mahasiswa dalam dinamika reformasi '98 karena perubahan zaman dan cara pandang para aktifisnya. Pemuda Mahasiswa pasca '98 relatif pragmatis rasional dalam memandang situasi, sehingga ideologisasi dan agitasi bukan hal mudah bagi pemimpin pergerakan saat ini. Belum adanya momentum sebesar reformasi '98 yang menyatukan common agenda mahasiswa dan rakyat ditambah masing-masing kelompok masyarakat sudah mampu mengadvokasi kepentingannya sendiri-sendiri, membuat gerakan mahasiswa kehilangan format gerakan dan daya jelajahnya. 

Mahasiswa adalah kelompok yang tepat untuk menjadi ujung tombak karena ada empat faktor yang dimiliki mahasiswa tersebut, yaitu muda, sehat badan, sehat ekonomi, dan pengetahuan yang cukup. Ditambah lagi stratifikasi sosial mahasiswa di indonesia sebgai orang-orang pilihan dari semua pilihan, apalagi di tempat-tempat unggulan. 

Arbi Sanit sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Rusli Karim menyebutkan bahwa mahasiswa adalah kekuatan potensial karena beberapa hal. Pertama, mahasiswa merupakan kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik sehingga mempunyai horizon yang lebih luas untuk bergerak dalam atau di antara lapisan masyarakat. Kedua, mahasiswa merupakan kelompok yang paling lama menduduki bangku pendidikan sekolah sampai perguruan tinggi sehingga telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang di antara angkatan muda. Dengan demikian, mahasiswa mempunyai pengatahuan yang relatif baik dibandingkan dengan kelompok lain. Ketiga, kehidupan kampus mementuk gaya yang unik di kalangan mahasiswa. Di kampus, mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa, dan agama menjalin interaksi dalam kehidupan sehari-hari.

Jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga sosial lainnya, maka perguruan tinggi telah mengkristal sebagai basis pembentukan akulturasi sosial dan budaya di kalangan angkatan muda. Keempat, mahasiswa merupakan kalangan “elit” di kalangan angkatan muda karena mewakili kelompok yang bakal memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian, dan prestise dalam masyarakat. Kelima, meningkatnya kepemimpinan di kalangan angkatan muda tidak terlepas dari perubahan orientasi masyarakat. 
Keterbelakangan Ummat dan Bangsa adalah kenyataan yang dapat kita lihat pada semakin tinggginya angka pengangguran, angka kemiskinan dan angka kelaparan akibat ketidakmampuan generasi muda selaku anak bangsa dalam mempercepat agenda kesejahteraan bangsanya. Memburuknya tingkat kesejahteraan bangsa dapat kita lihat dari semakin rendahnya angka pembangunan manusia Indonesia, dan masih rendahnya jaminan sosial-keamanan bagi seluruh warga negara Indonesia. 

Kebutuhan saat ini adalah secara objektif, umat ini terbagi dalam kelas-kelas sosial dan kelas-kelas sosial itu mempunyai kepentingan fungsional masing-masing. Jadi kalau kita sudah berpikir untuk memulai gerakan poitik ekonomi atau katakanlah berpartisipasi dalam demokrasi, maka harus mulai menyadari bahwa kelompok-kelompom sosial mempunyai kepentingan real dan kita harus mengartikilasikan kepentingan mereka. Jangan hanya berpikiran subjektif-normatif tetapi harus mampu melihat secra objektif-empiris. Donny Sofyan dalan artikelnya yang berjudul Perkembangan Gerakan-Organisasi Mahasiswa, Agenda ke Depan dan Parameter Ukuran Keberhasilan memberikan sebuah brainstorming, dan mencoba menyumbangkan sedikit gagasannya. 

Pertama, sebagai faktor perekat bangsa guna mencegah kecenderungan disintegrasi dengan bekal “moral force” yang dimilikinya. Sebagai anasir fundamental dalam meneguhkan integritas bangsa. Dengan mengadopsi gagasan Dr. Marwah Daud Ibrahim, upaya ini dapat ditempuh dengan konsep SAKTI: Sinerji, bahwa tiap-tiap penggerak perubahan mesti merasa bahwa apa yang dilakukannya akan berlipat ganda hasilnya karena adanya integrasi dengan pihak lain; Akumulasi, bahwa betapapun kecilnya gerakan harus dihargai sebagai proses penyempurnaan perubahan itu sendiri; Konvergensi, bahwa meskipun berangkat pada muara yang berbeda tapi tetap bergerak menuju tujuan yang sama yaitu perubahan; Totalitas, bahwa sasaran gerakan hendaklah multidimensional; dan Inklusivitas, yakni adanya keinginan untuk melihat bahwa inisiator gerakan sebagai bagian dari kita, terlepas dari manapun oasisnya. 

Gerakan mahasiswa perlu mengaristeki kelahiran kembali tradisi ilmiah yang senantiasa bersikap mempertanyakan, memperdebatkan, mendiskusikan, dan meragukan demi menghampiri lapangan raksasa kebenaran. Namun, yang hadir nyatanya prilaku batin anti tradisi akademis yang berurat berakar, sikap para dosen dan guru besar yang anti didebat, tampilan muka merah di waktu diragukan pernyataannya, atau eksekusi dendam kepada mahasiswa yang kelewat kritis. Satu-satunya tradisi yang ditegakkan adalah tradisi menghapal, jangan membantah, jangan bertanya dan jangan menggugat.

Penulis adalah Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Biologi Unsam
Periode 2012-2011
Tags