Upaya WALHI Aceh Mengenang Kondisi Bumi setiap 22 April

Pasca Banjir Bandang, Kerusakan Hutan Tamiang
Bertambah 15 Persen
[sumber Media Swara Indonesia.com]
samudra-news.com | Banda Aceh - Penggunaan sumberdaya alam di Aceh pada kawasan hutan, baik itu lindung, Area Penggunaan Lain, maupun hutan produksi mencapai luas 1.067.282,19 ha±  dari total luas 3,5 juta ha yang di fungsikan menjadi area pertambangan dan perkebunan. Demikian diungkapkan Mirna Asnur Kepala devisi Advokasi WALHI Aceh dalam sebuah pers rilis yang dilayangkan ke redaksi samudra-news.com.


Lebih lanjut dikatakan dengan kondisi tersebut dapat dipastikan akan berdampak buruk bagi keberlanjutan penyelamatan sumber-sumber penghidupan mahkluk hidup yang ada di Aceh, terlebih dengan adanya perluasan aktifitas manusia didalam kawasan hutan Aceh akan mengalami perubahan terhadap daya dukung lingkungan hidup saat ini maupun dimasa akan datang. Atau lebih tepat disebut "Ekologi Aceh Pasca Damai 10 tahun terakhir".

Fakta menunjukkan bahwa dalam satu dekade terakhir, telah terjadi beberapa bencana ekologi di Aceh. Bencana tersebut antara lain, pada tahun 2005, terjadi banjir besar di Aceh Tamiang, Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Pidie, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Gayo Lues, kekeringan  di Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Pidie,  Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Besar, hingga  longsor di Aceh Tenggara dengan total kerusakan lahan 86,951 ha sehingga sawah gagal panen, korban evakuasi 18.812 orang, luka-luka 251 orang, 100 rumah rusak, 180 orang hilang dan fasilitas umum rusak. Pada tahun 2006, terjadi banjir di Aceh Selatan, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Barat, Banda Aceh, Pidie, Aceh Tamiang, Aceh Selatan, Bireuen, Langsa, dan Aceh Tenggara dengan total kerugian  84 rumah rusak, 10.000 korban yang dievakuasi dan rusaknya 7 pusat pendidikan. Pada periode hingga 2010 terjadi konflik satwa terparah di hutan Aceh, dengan kerugian berkurangnya populasi orang utan dari 7.500 ekor pada 2004 hingga menjadi 6.600 ekor pada tahun 2009. Tahun 2011 terjadi konflik satwa  dimana 5 ekor gajah mati. Tahun 2012, terjadi konflik satwa yang menyebabkan 15 ekor gajah mati di Aceh utara, Aceh Timur, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Selatan, Aceh Tenggara. Tahun 2013, juga terjadi konflik satwa liar di Aceh Jaya yang menyebabkan 23 ekor gajah mati. Pada tahun ini juga terjadi banjir di Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Selatan, Aceh Jaya, Aceh Tengah, dan  Sabang yang menyebabkan 25.277 orang mengungsi. Tahun 2014 pun tidak luput dengan bencana, dimana terjadi kekeringan di Aceh Utara dan banjir di Aceh Besar dengan total kerugian 10.000 ha tanaman padi gagal panen dan 200 rumah terendam.

Padahal dalam sejarah peradaban, manusia sadar betul akan pentingnya bumi bagi kehidupan yang di cetuskan 44 tahun lalu saat dicanangkannya Hari Bumi. Sejarah peringatan Hari Bumi (Earth Day) diselenggarakan pertama kali pada 22 April 1970 di Amerika Serikat.  Penggagasnya adalah Gaylord Nelson, seorang senator Amerika Serikat dari Wisconsin yang juga pengajar lingkungan hidup. Gagasan tentang peringatan Hari Bumi mulai disampaikan oleh Gaylord Nelson sejak tahun 1969. Saat itu Gaylord Nelson memandang perlunya isu-isu lingkungan hidup untuk masuk dalam kurikulum resmi perguruan tinggi. Gagasan ini kemudian mendapat dukungan luas. Dukungan ini mencapai puncaknya pada tanggal 22 April 1970. Saat itu 20 juta manusia turun ke jalan pada 22 April 1970 yang berdemonstrasi dan memadati Fifth Avenue di New York untuk mengecam para perusak bumi. Moment ini kemudian menjadi tonggak sejarah diperingatinya sebagai Hari Bumi yang pertama kali. Tanggal 22 April juga bertepatan dengan musim semi di Northern Hemisphere (belahan bumi utara) sekaligus musim gugur di belahan bumi selatan. Sejak itu, pada tanggal 22 April setiap tahunnya Hari Bumi (Earth Day) diperingati.


Sejarah mencatat, Hari Bumi merupakan dijadikan hari kampanye untuk mengajak orang peduli terhadap lingkungan hidup yang dilakukan oleh berbagai Organisasi lingkungan baik itu dilokal, Nasional bahkan di Internasional. Gerakan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap planet yang ditinggali manusia ini yaitu bumi. Hari Bumi telah menjadi sebuah gerakan global yang mendunia hingga kini. WALHI Aceh mengusulkan tema kegiatan "Save The Earth, Save Our Life!" Melalui peringatan hari bumi ditahun 2014, kita wujudkan kehidupan masa depan yang berwawasan lingkungan dan mampu menjawab tantangan perubahan" pada hari bumi 22 April 2014, WALHI Aceh berinisiatif melakukan berbagai upaya, diantaranya:  Pemutaran Film Lingkungan di Sekolah-sekolah bersama 120 siswa/i, Teatrikal lingkungan oleh siswa/i, dan Praktik Simulasi Bencana sebagai langkah untuk mengurangi resiko dampak bencana dalam rangka mendorong penyadaran akan pentingnya menjaga bumi dari perusakan yang dilakukan oleh berbagai kegiatan yang boros sumberdaya alam. Kegiatan ini sendiri melibatkan Partisipasi Publik 120 siswa/i perwakilan dari 4 sekolah di Kota Banda Aceh, 10 orang guru, 20 orang dari komunitas lingkungan, 3 orang dari dinas pendidikan Kota Banda Aceh. inisiatif ini disambut baik  oleh Dinas Pendidikan dan Para Guru di Banda Aceh dan didukung yang didukung IOM.

Oleh karena itu, sudah sewajarnya kita bertanya kepada Pemerintah Aceh, seriuskah Pemerintah Aceh memberikan perlindungan terhadap kekayaan hutan Aceh yang memberikan sumber mata air bagi penghidupan 4,6 juta penduduk Aceh yang membutuhkan 690.000.000 liter air setiap hari. Bagaimana caranya sumber bisa dijamin pemerintah jika pertambangan, perkebunan dan pembangunan ruas jalan masih saja menjadi agenda utama dalam rencana pembangunan Aceh dalam kawasan hutan Aceh. Belum lagi kita berbicara dalam konteks pemenuhan kebutuhan air bagi petani dalam konteks ketahanan pangan sesuai dengan perintah UU No 18 tahun 2012 Tentang Pangan

Untuk itu WALHI Aceh merasa perlu mengajak para pemuda/i, para ulama, Partai Politik, tokoh masyarakat dan pihak strategis lainya mengambil peran melakukan pengawalan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan oleh berbagai perusahaan yang ada di Aceh, dan mendorong pemerintah untuk dapat melakukan pengelolaan sumberdaya alam tanpa merusak fungsi hutan, yang dapat mendatangkan perbaikan ekonomi masyarakat sekitar hutan, dan jauh lebih penting masyarakat sadar sebagai pihak pertama terkenan bencana ekologi selama ini. []Red