Monisa, Peradaban Islam yang Ditelan Zaman

0

Samudra News | Langsa -  Monumen Islam Asia Tenggara (Monisa) adalah sebuah bangunan yang awalnya diperuntukkan sebagai simbul masuk dan berkembangnya Islam di nusantara dan kawasan Asia Tenggara, akan tetapi kini hanya sebatas maket dan bangunan kumuh yang terlantar saja.

Demikian dikatakan Anggota Komisi 1 DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky, SH.I saat menjadi pembicara pada acara Semiloka terkait gagasan dan ide pemugaran dan pembangunan Monisa yang diselenggarakan Community Rehabilitation and Research Center (CRRC) bekerjasama dengan Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, di Hotel Harmoni Kota Langsa, Sabtu (8/8/2015).

Masuknya Islam, kata Iskandar, merupakan pembawa tamaddun bagi segenap penduduk Peureulak masa itu.

Terbentuknya Kerajaan Islam Peureulak merupakan wujud dijadikannya Islam sebagai dasar pemerintahan masa itu.
Seiring perkembangan zaman, lanjut dia, Monisa terlupakan bahkan nyaris tak lagi dipedulikan. Setelah seminar masuk dan berkembangnya Islam nusantara tahun 1980 di Kualasimpang yang hasilnya adalah rekomendasi bahwa Peureulak merupakan daerah masuknya Islam pertama di Asia Tenggara.

Upaya penyelenggaraan seminar itu, lanjut dia, merupakan gagasan para tokoh Aceh seperti almarhum Arifin Amin dan sejarawan Prof Ali Hasjmy. Masa itu, Menteri Agama RI adalah Munawir Sazali, sebut Iskandar politisi Partai Aceh yang merupakan putra asli Aceh Timur.

Setelah adanya rekomendasi, sambung dia, kemudian dibentuklah maket Monisa yang sampai kini tidak lagi terlihat jelas dan di lokasi kerajaan Peureulak di Desa Paya Meuligoe dibangun sebuah bangunan kecil yang kemudian menjadi sekolah tingkat Tsanawiyah.

"Sejak dibangun sampai kini tak terawat. Ilalang tumbuh bersemai di sana. Demikian pula makam raja dan sejumlah situs lainnya," ujar Ketua Badan Legislasi DPRA ini di hadapan puluhan peserta semiloka.

Selanjutnya, tutur dia, masyarakat Aceh Timur membentuk sebuah lembaga sosial bernama Yayasan Monisa untuk menjadi perantara antara masyarakat dan pemerintah terkait pembangunan dan pelestarian Monisa itu sendiri.
Akan tetapi yayasan ini ditenggarai tidak bisa berbuat banyak, lantaran tidak masih minimnya data pendukung fakta sejarah yang dimiliki ketika itu, jelasnya.

Iskandar mengkhawatirkan sejarah Kerajaan Islam Peureulak akan menjadi dogeng semata, manakala tidak dilakukan upaya pencatatan dan penelusuran yang akdemis dan akurat.

Untuk itu, dirinya mengajak semua pihak peduli dan mau bersama mencurahkan pemikiran dalam upaya pembangunan dan pelestarian Monisa. Tentunya hal ini menjadi tanggungjawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.

"Saya mendorong agar ini terus diperhatikan dan diwujudkan pembangunan Monisa. Sebagi wakil rakyat di DPR Aceh, saya berjuang maksimal untuk ini," pungkas anggota DPRA termuda ini.

Selain Iskandar Usman, Dekan Fakuktas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Prof. DR. Misri A Muchsin, MA juga tampil menyajikan makalah sebagai pembicara lainnya.

| Alm


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)