"Kedua belah pihak memang telah saling memaafkan di hadapan penyidik Polsek Cibadak pada Kamis (19/6) lalu. Namun dalam konteks perkara ini, melekat juga profesi AS sebagai seorang jurnalis yang dilindungi undang-undang, yang telah di intimidasi / ancaman dalam aktivitasnya. Sehingga, kejadian ini bisa menjadi sinyal bahaya karena dapat mengancam kebebasan Pers" ujar Jaya Taruna.
Menurut Jaya, Kita menghormati upaya hukum dengan pendekatan keadilan restoratif. Namun, seharusnya dilihat juga motif perkaranya, karena ancaman terhadap jurnalis ini bermula dari aktivitas jurnalistik AS yang mempertanyakan izin camping ground milik PT. Bogorindo Cemerlang.
"Gara-gara pemberitaan ini pembangunan dihentikan, ternyata pihak PT.Bogorindo memang belum mempunyai ijin, sehingga pemerintah daerah serta publik akhirnya tahu," kata jaya Taruna.
Selain sanksi yang terdapat dalam UU Pers, menghalangi tugas jurnalistik, ditambah ancaman melalui aplikasi perpesanan yang dilakukan oknum security Bogorindo berinisial AT dan CA, ini juga melanggar UU ITE yang ancamannya hingga 4 tahun penjara.
"Seharusnya ada sanksi tegas terhadap pelaku yang mengebiri kebebasan pers, jika tidak maka kejadian serupa akan terus terjadi kepada jurnalis lainnya, FPII sudah pengalaman menghadapi manusia-manusia seperti ini. Kami akan terus mengawal kasus ini," pungkasnya.
Dari kasus oknum security PT Bogorindo Cemerlang ini, Jaya kembali mengingatkan betapa pentingnya perlindungan terhadap kebebasan pers dan keamanan jurnalis di Indonesia. Pihak berwajib diharapkan dapat memberikan perhatian serius terhadap kasus-kasus intimidasi terhadap jurnalis, sehingga pelakunya mendapat sanksi dan hukuman yang setimpal.
FPII SETWIL JAWA BARAT