Kita, Kader Pahlawan Bangsa!

Serra Pungkas Risantika
Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS)


“Jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah!” – Presiden Soekarno

KETIKA membaca quote itu, kebanyakan orang hanya terdiam, memanggut-manggut. Ah, basi. Pada kenyataannya, ketika saya SMA dulu masih banyak yang ‘cabut’ atau tertidur di kelas saat pelajaran sejarah. Lalu bagian mana dari kita yang mengerti makna dari quote di atas?

Bukan, bukan berarti tidak boleh meninggalkan sejarah lantas kita membuat tenda di atas Taman Makam Pahlawan. Tidak seperti itu juga.

Jika diibaratkan, hidup adalah sebuah film, sejarah adalah prequelnya. Jika kita tidak menonton prequelnya terlebih dahulu, kita pasti bingung. Tidak tahu awal dari film tersebut. Pada akhirnya, kita jadi tidak mengerti arah dari film tersebut. Sama seperti sejarah. Tanpa sejarah, kita tidak akan mengetahui asal-usul dari negara kita. Tanpa sejarah, kita akan kehilangan arah.

Loh terus kalau sejarah adalah prequel, berarti kita harus menonton prequel terlebih dulu? Artinya kita harus pinjam mesin waktu Doraemon dan kembali ke masa lalu begitu?

Ya tidak serepot itu juga sih. Kan di film ada yang namanya sinopsis. Nah, di sejarah juga ada dong. Bagaimana sih kalian?

Ketika saya SMA dulu, saya masuk jurusan IPA. Persis di tahun saya, jurusan IPA baru mendapatkan pelajaran sejarah. Saya ingat seluruh teman saya misuh-misuh. “Apa-apaan, jurusan Ilmu Pengetahuan Alam kok belajar sejarah?” celutuk mereka. Saya hanya diam. Padahal, lucu juga ya kalau ada dokter bedah ketika ditanya, “Pak, waktu peristiwa Rengasdengklok kenapa ya Soekarno dan Bung Hatta diasingkan?” dia menjawab “Mungkin mereka lagi sakit demam berdarah, Dik. Biar tidak nular.”

Belajar sejarah itu ada gunanya loh. Ambil contoh simpel deh. Misalnya ada teman kalian yang baru saja kehilangan handphone. Pertanyaan pertama yang terbesit adalah, “Bagaimana ceritanya?” Kemudian teman kalian akan menceritakan, misalnya dia habis naik ojek kemudian tasnya terbang ke atas truk orang. Dari situ apa yang kalian dapatkan? Tentunya belajar dari kesalahan teman kalian, kalian akan berhati-hati ketika naik ojek. Mengusahakan agar tas kalian tidak terbang seperti teman kalian.

Seperti halnya sejarah bangsa kita, kita harusnya belajar dari hal-hal di masa lalu. Kita belajar bahwa perjuangan memerdekakan bangsa kita itu tidak mudah. Para pahlawan terdahulu bersusah payah. Apa yang mereka korbankan? Banyak. Hidup, harta, pikiran, kekuatan, bahkan keluarga. Tujuan mereka hanya satu, mereka ingin Indonesia merdeka.

Sadarkah kalian bahwa sebenarnya para pahlawan telah melimpahkan kita tugas yang jauh lebih berat? Mereka melimpahkan kita masa depan bangsa.

Kalau kalian pikir pekerjaan ini mudah, coba renungkan kembali. Apakah benar bangsa kita saat ini lebih baik dari dahulu?

Perhatikan sekitar kalian. Orang miskin yang meringkuk di bawah jembatan, sementara di atasnya orang kaya yang menyetir mobil mewah sedang mengecek rekeningnya dengan menggunakan tablet mahal, memastikan uang hasil korupsinya sudah sampai dengan aman. Kita masih dijajah. Dijajah bangsa sendiri.

“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan bangsa sendiri.” – Presiden Soekarno

Sadarkah kita bahwa kita adalah kader pahlawan bangsa? Negara kita tak cukup hanya merdeka. Negara kita butuh pahlawan-pahlawan revolusi yang menata kembali bangsa kita. Negara kita butuh kita.
Jadi, siapkah kita menjadi pahlawan baru bangsa? Tidak sulit. Kerjakan apa yang kita bisa dan kita suka. Saya mahasiswi statistik. Saya akan memaksimalkan kemampuan saya nantinya untuk menyajikan data dan informasi yang aktual tanpa rekayasa. Bagaimana dengan kalian? [ro]