membuat Camat Rupat Kharunazri
angakat bicara.
"Kalau masalah izin usaha tambak udang tersebut mungkin Camat sebelum saya yang telah mengurus perizinan nya, karena semasa saya menjabat tidak ada memberikan surat apapun," kata Camat Rupat Kharunazri Minggu (17/11/2019).
Sambungnya, pihaknya akan mengecek kembali apakah tambak udang yang berada di Desa Sungai Cingam masuk kedalam wilayah hutan lindung apa tidak, dan kita akan berkoordinasi dengan KLHK Provinsi Riau untuk memastilanya, katanya.
"Demikian juga dengan kelompok kerja yang mengatasnamakan masyarakat Kecamatan Rupat kita akan cek terlebih dahulu apabila di kelompok tersebut tidak ada masyarakat setempat. Kami pihak pemerintah Kecamatan Rupat akan mengevaluasinya," ujarnya Kharunazri yang juga mantan Sekcam Rupat Utara ini.
Sambungnya, pihaknya akan mengecek kembali apakah tambak udang yang berada di Desa Sungai Cingam masuk kedalam wilayah hutan lindung apa tidak, dan kita akan berkoordinasi dengan KLHK Provinsi Riau untuk memastilanya, katanya.
"Demikian juga dengan kelompok kerja yang mengatasnamakan masyarakat Kecamatan Rupat kita akan cek terlebih dahulu apabila di kelompok tersebut tidak ada masyarakat setempat. Kami pihak pemerintah Kecamatan Rupat akan mengevaluasinya," ujarnya Kharunazri yang juga mantan Sekcam Rupat Utara ini.
Di beritakan sebelumnya,
Hadirnya Usaha Tambak Udang yang disinyalir luasnya mencapai ratusan hektar ini, menuai plus minus dan tanggapan masyarakat maupun para tokoh masyarakat.
Dipastikan areal lahan pertambakan akan mengorbankan Hutan Bakau, disisi lain Pemerintah Pusat dan Daerah sedang disibukkan temuan abrasi yang tinggi, dalam waktu panjang akan berdampak pada pulau tersebut.
Dengan dalih Kelompok Tani, Pengusaha membuka lahan pertambakan hingga ratusan Hektar di bibir Pantai Ketapang. Usaha mengatasnamakan Kelompok tani ini, disyalir dimamfaatkan Pengusaha inisial SN atau A K kepercayaan SN asal Negeri Malaysia.
Ratusan Hektar Lahan pertambakan, di duga dijaga ketat oknum aparat satuan tempur.
Keberadaan para oknum aparat tersebut dipastikan membuat nyaman sang pengusaha, namun sebaliknya jadi momok menakutkan bagi masyarakat setempat.
"Untuk melancong ke Pantai Ketapang aja sudah ada pembatasan, tidak bisa asal masuk semua sudah dijaga," ujar Candra Maulana yang juga warga setempat.
Kejadian ini sangat miris dan bertolak belakang, jauh jauh Mempar RI turun ke Rupat, demi jadikan daerah tersebut sebagai Wilayah KEK Pariwisata.
Pakta yang terjadi saat ini, Pantai Ketapang berubah jadi kawasan terlarang.
Dari hasil investivigasi team media, Kelompok Tani atau Koperasi yang digagas A, diduga hanya sebuah tameng dalam memuluskan usahanya.
Lahan yang sebelumnya perkebunan sawit milik SN, saat ini dialihkan ke usaha pertambakan, juga penambahan areal di daerah bibir pantai, dengan bendera Kelompok masyarakat Rupat.
Dari informasi yang berkembang, pihak BPN (Badan Pertanahan Negara) belum dapat menerbitkan Sertifikat diatas areal tersebut, disebabkan dari pihak Provinsi maupun Kabupaten lahan masuk kawasan Hutan Register/Lindung
Dipastikan areal lahan pertambakan akan mengorbankan Hutan Bakau, disisi lain Pemerintah Pusat dan Daerah sedang disibukkan temuan abrasi yang tinggi, dalam waktu panjang akan berdampak pada pulau tersebut.
Dengan dalih Kelompok Tani, Pengusaha membuka lahan pertambakan hingga ratusan Hektar di bibir Pantai Ketapang. Usaha mengatasnamakan Kelompok tani ini, disyalir dimamfaatkan Pengusaha inisial SN atau A K kepercayaan SN asal Negeri Malaysia.
Ratusan Hektar Lahan pertambakan, di duga dijaga ketat oknum aparat satuan tempur.
Keberadaan para oknum aparat tersebut dipastikan membuat nyaman sang pengusaha, namun sebaliknya jadi momok menakutkan bagi masyarakat setempat.
"Untuk melancong ke Pantai Ketapang aja sudah ada pembatasan, tidak bisa asal masuk semua sudah dijaga," ujar Candra Maulana yang juga warga setempat.
Kejadian ini sangat miris dan bertolak belakang, jauh jauh Mempar RI turun ke Rupat, demi jadikan daerah tersebut sebagai Wilayah KEK Pariwisata.
Pakta yang terjadi saat ini, Pantai Ketapang berubah jadi kawasan terlarang.
Dari hasil investivigasi team media, Kelompok Tani atau Koperasi yang digagas A, diduga hanya sebuah tameng dalam memuluskan usahanya.
Lahan yang sebelumnya perkebunan sawit milik SN, saat ini dialihkan ke usaha pertambakan, juga penambahan areal di daerah bibir pantai, dengan bendera Kelompok masyarakat Rupat.
Dari informasi yang berkembang, pihak BPN (Badan Pertanahan Negara) belum dapat menerbitkan Sertifikat diatas areal tersebut, disebabkan dari pihak Provinsi maupun Kabupaten lahan masuk kawasan Hutan Register/Lindung
Sejauh ini legalitas Usaha pertambakan tersebut belum jelas, begitu juga soal ke anggotaan Koperasi dan perizinan dari Dinas terkait masih dipertanyakan.
Pihak Manajemen/Humas yang mewakili pengusaha belum memberikan jawaban atas polemik yang berkembang di masyarakat.
Pihak Manajemen/Humas yang mewakili pengusaha belum memberikan jawaban atas polemik yang berkembang di masyarakat.
| Koto

