SamudraNews.com-Medan-Sumut,
Media informasi baik cetak, online, maupun elektronik.Adalah merupakan salah satu tonggak dari 4 pilar demokrasi di negara Republik Indonesia ini.
Tetapi sayangnya, peran pers sebagai salah satu pilar demokrasi dan di payungi oleh undang undang no 40 tahun 1999 tentang pers, dan juga dilindungi oleh ketentuan pidana pasal 18 ayat (1). Berlahan mulai di amputasi perannya sediki demi sedikit.
Salah satu pengkebirian peran pewarta adalah dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) no 5 tahun 2020.
Ini bisa di lihat dari pasal 4 ayat (6) terkait dengan adanya kewajiban izin kepada hakim/ketua majelis hakim dalam pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual, dalam proses persidangan, dan harus dilakukan sebelum dimulainya proses persidangan.
Sementara itu menanggapi dengan terbitnya PERMA no 5 tahun 2020 tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kota Medan, dalam siaran persnya pada rabu (23/12), melalui aktivis hukum LBH kota Medan Irvan Saputra. SH, MH menyatakan. "Terbitnya PERMA no 5 tahun 2020, tentang protokol persidangan dan keamanan dalam lingkungan pengadilan, tertanggal 4 desember 2020 tersebut. Sangat bertentangan dengan pasal 4 ayat (3) uu pers yang mana di pasal tersebut telah memberikan jaminan terhadap kemerdekaan pers, dan memberikan hak kepada pers nasional dalam hal untuk mencari, memperoleh, dan menyebar luaskan gagasan dan informasi."
"Parahnya lagi, pelanggaran terhadap PERMA no 5 pasal 4 ayat (6) itu di kategorikan sebagai penghinaan terhadap pengadilan. Hal itu secara jelas dan tegas di atur dalam pasal 7 PERMA no 5 tahun 2020, yang menyatakan sebagai bentuk Contempt Of Court atau penghinaan terhadap pengadilan" ujar Irvan.
Seharusnya MA RI lebih merasa sangat nyaman dan terlindungi dari praktek praktek yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, dengan tidak menghambat dan menghalang halangi pers atau seseorang dalam mengambil foto, rekaman audio, dan / atau rekaman audio visual, dalam proses persidangan. Hal ini di nilai sebagai bentuk pencegahan eksternal terhadap Mahkamah Agung Republik Indonesia, sehingga kedepannya MA RI menjadi lebih baik dan benar dalam melakukan penegakkan hukum. Secara logis semakin banyak yang mengawasi maka semakin taat dan tertib penanganan hukum yang di lakukan oleh MA RI." tegas nya.
Untuk itu LBH kota Medan meminta Mahkamah Agung untuk mencabut PERMA no 5 tahun 2020 tentang protokol persidangan dan keamanan dalam lingkup pengadilan, karena di duga bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 f dan melanggar HAM dalam mendapatkan Informasi, serta menghambat hak pers dalam mencari, mengelola dan menyebar luaskan gagasan dan informasi ke publik.
| YN
Media informasi baik cetak, online, maupun elektronik.Adalah merupakan salah satu tonggak dari 4 pilar demokrasi di negara Republik Indonesia ini.
Tetapi sayangnya, peran pers sebagai salah satu pilar demokrasi dan di payungi oleh undang undang no 40 tahun 1999 tentang pers, dan juga dilindungi oleh ketentuan pidana pasal 18 ayat (1). Berlahan mulai di amputasi perannya sediki demi sedikit.
Salah satu pengkebirian peran pewarta adalah dengan terbitnya Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) no 5 tahun 2020.
Ini bisa di lihat dari pasal 4 ayat (6) terkait dengan adanya kewajiban izin kepada hakim/ketua majelis hakim dalam pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual, dalam proses persidangan, dan harus dilakukan sebelum dimulainya proses persidangan.
Sementara itu menanggapi dengan terbitnya PERMA no 5 tahun 2020 tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kota Medan, dalam siaran persnya pada rabu (23/12), melalui aktivis hukum LBH kota Medan Irvan Saputra. SH, MH menyatakan. "Terbitnya PERMA no 5 tahun 2020, tentang protokol persidangan dan keamanan dalam lingkungan pengadilan, tertanggal 4 desember 2020 tersebut. Sangat bertentangan dengan pasal 4 ayat (3) uu pers yang mana di pasal tersebut telah memberikan jaminan terhadap kemerdekaan pers, dan memberikan hak kepada pers nasional dalam hal untuk mencari, memperoleh, dan menyebar luaskan gagasan dan informasi."
"Parahnya lagi, pelanggaran terhadap PERMA no 5 pasal 4 ayat (6) itu di kategorikan sebagai penghinaan terhadap pengadilan. Hal itu secara jelas dan tegas di atur dalam pasal 7 PERMA no 5 tahun 2020, yang menyatakan sebagai bentuk Contempt Of Court atau penghinaan terhadap pengadilan" ujar Irvan.
Seharusnya MA RI lebih merasa sangat nyaman dan terlindungi dari praktek praktek yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku, dengan tidak menghambat dan menghalang halangi pers atau seseorang dalam mengambil foto, rekaman audio, dan / atau rekaman audio visual, dalam proses persidangan. Hal ini di nilai sebagai bentuk pencegahan eksternal terhadap Mahkamah Agung Republik Indonesia, sehingga kedepannya MA RI menjadi lebih baik dan benar dalam melakukan penegakkan hukum. Secara logis semakin banyak yang mengawasi maka semakin taat dan tertib penanganan hukum yang di lakukan oleh MA RI." tegas nya.
Untuk itu LBH kota Medan meminta Mahkamah Agung untuk mencabut PERMA no 5 tahun 2020 tentang protokol persidangan dan keamanan dalam lingkup pengadilan, karena di duga bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28 f dan melanggar HAM dalam mendapatkan Informasi, serta menghambat hak pers dalam mencari, mengelola dan menyebar luaskan gagasan dan informasi ke publik.
| YN