Nyak-Nyak dan Setumpuk Tiram di Kuala Langsa

Meunoe keuh nyak buet kamoe tiep uroe, si uroe hana pubuet lagenyoe ka hana pajoh bu” (Begini lah nak kerjaan kami tiap hari, jika sehari saja kami tidak bekerja, terpaksa tidak makan) beginilah tutur bahasa yang dikeluarkan oleh ibu-ibu pencari tiram yang berdomisi di kawasan gampong kuala Langsa kecamatan Langsa barat, pada awal pembicaraan kami.

Tiram ialah sekelompok kerang-kerangan dengan cangkang berkapur dan relatif pipih. Tiram sejati adalah semua bivalvia yang termasuk keluarga Ostreidae, yang banyak disukai para masyarakat Indonesia untuk menu makannya, selain untuk memaniskan aroma masakan tiram juga bisa menambahkan hormon, dan banyak dari kaula muda biasanya tiram dibeli untuk membuat mie sebagai pengganti udang ataupun kepiting, yang dijualnya 20 ribu /kg. 

Ternyata proses pencarian tiram itu pun tidak mudah, para ibu-ibu pencari tiram tersebut terpaksa mengayuhkan sampan mereka untuk mencarinya, jika pagi hari berangkat maka mereka baru kembali pada sore harinya, dan ditambah dengan pemanasannya agar bisa dicongkel isinya, pemanasan dan pencongkelannya pun memakan waktu sehari. Pencari nya pun banyak dari kaum hawa dan diikuti anak-anaknya, rasa capek yang mereka alami mungkin tidak pernah dirasakan oleh para pejabat – pejabat yang berada dinegeri ini khususnya di kota Langsa. 

Kemegahan dengan jabatan, rumah bahkan uang yang dimiliki para pejabat, bisakah membuka hatinya jika melihat nasip para ibu-ibu dan anak-anak penerus negeri ini, mereka sangat membutuhkan uluran tangan bapak, mereka juga bercita-cita seperti apa yang para pejabat kita rasakan sekarang, apakah bisa tercapai jika mereka tanpa pendidikan ? Tidak, tidak sama sekali. Seharusnya inilah yang harus para pejabat pikirkan kembali dan bukalah hati anda semua, Demikianlah sedikit gambaran negeri tercinta ini. 

Sekitar 20 KK gampong kuala Langsa kecamatan Langsa Barat mayoritas nya pencari tiram dan udang kecil untuk umpan memancing khususnya para kaum ummi dan melaut bagi kaum adam yang menurut keterangan mereka tidak pernah mendapatkan sentuhan dana, baik untuk pembangunan rumah mereka yang hampir roboh itu. 

Nurlela (45) dan Faridah (47) keduanya sehari-hari bekerja sebagai pencari tiram untuk biaya hidup sehari-hari, dan jika mereka berhenti ataupun libur maka mereka tidak ada penghasilan dan otomatis mereka tidak makan. 

Nurlela dan Faridah menambahkan, mereka sangat menunggu perhatian dari pemerintah setempat, “mungkin ini sudah nasip kami, walaupun ini kerjaan kami, kami syukuri yang terpenting anak-anak kami merasakan uang dan makanan dengan hasil yang halal” ungkapnya lagi. Kami Cuma meminta kepada pemerintah buat mesin alat transportasi pergi mecari tiram, jadi kami tidak capek-capek mendayung sampan. Tambah keduanya. 

Mudah-mudahan pemerintah setempat bisa membuka hatinya. [Fadel Aziz Pase]
Tags