Simposium Penulis Aceh Akan Digelar di Banda Aceh

BANDA ACEHSamudraNews - Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA) akan mengadakan Simposium Penulis Aceh, Kamis (18 Oktober 2012) di Hotel Madinah, Banda Aceh. Tema simposium ini adalah: “Menyatukan Persepsi Penulis dan Jurnalis Aceh dalam Mewujudkan Peradaban Aceh yang Islami”. Undangan kepada para penulis telah diedarkan sejak seminggu yang lalu. Kami mengundang semua penulis dan jurnalis di Aceh untuk menghadirinya. Target kami bisa dihadiri oleh 150 orang penulis dan jurnalis di Aceh, kata Teuku Zulkhairi, MA, ketua panitia sekaligus inisiator Simposium Penulis Aceh.

Dan sebagian besar yang kami undang alhamdulillah telah memastikan hadir. Jika ada penulis dan jurnalis yang belum menerima undangan via cetak atau email, kami mohon konfirmasi ke no kontak Hotline kami di 085277846408. Kata ketua panitia acara sekaligus inisiator Simposium kenapa SuaraAceh.com (Minggu/14/10/2012). TOR simposium bisa didapatkan disini.

Menurut Zulkhairi, untuk kepanitiaan acara ini, kami menggandeng berbagai forum kepenulisan dan organisasi dakwah di Aceh seperti Forum Lingkar Pena(FLP), Ikatan Siswa Kader Dakwah(ISKADA) dan sebagainya. Dengan formasi panitia yang kami bentuk ini, mudah-mudahan kami telah mengawali sebuah hubungan mesra di interal organisasi kepenulisan dan dakwah di Aceh dalam konteks keharusan bersilaturrahmi.

Acara ini telah direncanakan sejak setahun yang lalu, namun baru sekarang bisa (akan) terlaksanakan. Jadi, acara ini tidak terkait dengan “konflik” beberapa kalangan jurnalis di Aceh. Sebagai Ormas santri, kami memandang semua penulis dan jurnalis sebagai saudara. Dan kami adalah saudara dan sahabat bagi semua kalangan. Posisi kami adalah sebagai mediator jika ada beberapa teman-teman yang sedang sedikit berselisih paham. Prinsip gerak kami adalah: ‘Saling tolong menolonng atas kebaikan dan taqwa’, dan juga ‘berlomba-lomba dalam kebaikan’.

Jadi, dengan Simposium ini harapan kami bisa terjalin silaturrahmi antara para penulis dan jurnalis di Aceh. Apalagi, selama ini kalangan penulis dan jurnalis di Aceh sangat jarang menyelenggarakan silaturrahmi. Silaturrahmi akan selalu sangat bermanfaat, bahkan menjadi amalan yang sangat utama yang dititik beratkan oleh Rasulullah Saw.

Simposium ini menghadirkan Redaktur Harian Umum Nasional Republika Jakarta, yaitu Syahruddin El-Fikri yang akan memberi kuliah umum tentang “Media Islam, Kiprah dan Tantangannya Dewasa ini”. Selain itu, juga menghadirkan Asnawi Kumar, Wakil Redaktur Pelaksana Harian Serambi Indonesia yang akan berbicara tentang “Media Lokal dan Tanggungjawab Mewujudkan Peradaban Islam di Aceh”. Dan Tgk.H.Muhammad Yusuf A.Wahab, ulama muda Aceh yang memimpin Dayah Babussalam Jeunieb, Bireuen yang akan memberi sedikit taujihat tentang “Menulislah untuk Membesarkan Islam”.

Panitia mengundang Wakil Gubernur Aceh sebagai Keynote speaker. Acara ini direncanakan berlangsung dari pagi Jam 08.00 hingga siang, atau hingga sore jika para peserta sepakat acara diteruskan hingga sore.

Diawali oleh pelatihan Jurnalistik
Ketua Ikatan Penulis Santri Aceh (IPSA)< Tgk Muhammad Zikri mengatakan, Simposium ini juga diawali oleh pelatihan jurnalistik bagi para santri dan teungku dayah dari berbagai daerah. Peserta pelatihan ini adalah sebanyak 50 orang.

Persoalan yang diyakini oleh semua pihak sebagai salah satu kekurangan yang harus segera dibenahi santri dan Teungku dayah adalah masih minimnya karya tulis yang mampu mereka hasilkan, bahkan untuk tembus ke dunia baca it ab kemampuan para santri masih dipertanyakan. Hal ini pula yang menyebabkan keberadaan para santri cenderung dianggap sebagai pelajar kelas 2 setelah mereka yang belajar dikampus-kampus atau universitas. Hal ini diakibatkan oleh kultur dan tradisi dayah yang hingga saat ini masih belum begitu menaruh minat pada dunia menulis.

Menulis dalam Islam merupakan suatu kewajiban setelah perintah untuk membaca(belajar, meneliti dan menelaah). Menulis berarti menyimpan apa yang telah it abaca dalam sebuah media yang bisa diakses oleh siapa saja. Dalam perkembangannya, menulis memiliki peran yang sangat urgen dalam sejarah kejayaan umat Islam beberapa abad silam. Semua ulama yang menjadi arsitek kejayaan Islam masa lalu adalah para penulis ulung yang telah menghasilkan berbagai buah karya mereka yang sampai saat ini masih menjadi rujukan umat Islam sedunia dalam berbagai disiplin keilmuan.

Bahkan, Eropa yang kemajuannya hari ini telah jauh meninggalkan dunia Islam ternyata pernah mengekor pada kemajuan umat Islam masa silam. Dan berbagai kemunduran umat Islam dewasa ini bisa dipastikan karena tradisi membaca dan menulis yang pernah dipopulerkan oleh para ulama masa lalu telah ditinggalkan.

Tradisi menulis oleh para ulama dahulu harus mampu diikuti dan diteruskan oleh para santri dan Teungku-teungku dayah saat ini. Secara umum masyarakat Aceh masih mengakui mereka sebagai calon-calon ulama yang keberadaan mereka didayah dianggap sebagai persiapan perbendaharaan inteletual Islam(ulama) masa depan. Bukti ini bisa dilihat dimasyarakat kita saat ini, fenomena yang terjadi masyarakat lebih suka bertanya kepada para santri atau teungku-teungku terkait persoalan keagamaan yang dihadapi dalam kesehariaan hidupnya.

Namun, para santri tidak boleh menjadikan realitas ini sebagai sebuah prestise, sebab persoalan kekinian(actual/kontemporer) yang terus saja bermunculan telah menuntut mereka untuk berbuat dan melangkah lebih jauh dalam menghadapi berbagai problematika umat. Apalagi melihat perang pemikiran yang dirasa berlansung kian dahsyat telah meniscayakan para santri untuk terlibat aktif berperan dalam perang tersebut serta tidak hanya sekedar menjadi penontonnya saja.

Atas dasar ini, IPSA menyelenggarakan acara pelatihan jurnalistik dengan jumlah yang terbatas. Harapan kami, para peserta pelatihan semakin mahir menulis, baik tulisan opini, berita dan sebagainya.

Latar belakang penyelenggaraan Simposium
Menurut Zulkhairi, Gagasan-gagasan serta pesan-pesan para penulis dan jurnalis lewat tulisan mereka seringkali sangat efektif dalam mempengaruhi proses pengambilan kebijakan pemerintah. Pemikiran para penulis secara langsung sangat berdambak terhadap tatanan sosial masyarakat Aceh. Seringkali sebuah tulisan atau berita menjadi bahan diskusi yang akan membentuk pola pemikiran dan cara pandang berbagai elemen masyarakat Aceh. 

Maka, bisa disimpulkan bahwa para penulis dan jurnalis memiliki peran langsung dalam mewujudkan perubahan dalam semua dimensi kehidupan masyarakat Aceh. Masalahnya, perubahan ke arah mana yang dikehendaki oleh masyarakat Aceh, ini yang harus disahuti oleh para penulis dan jurnalis di Aceh. Aceh sebagai sebuah daerah yang memiliki tradisi dan sejarah peradaban Islam yang gemilang dalam catatan sejarah peradaban dunia, warisan keilmuan dan budaya Islam ini seyogyanya haruslah dilestarikan oleh tangan-tangan para penulis dan jurnalis Aceh. Ditambah lagi, dengan diterapkannya Syari’at Islam di Aceh sejak 11 tahun yang lalu yang telah jelas memiliki landasan yuridis yang sangat kuat.

Sesungguhnya para penulis dan jurnalis memiliki peran dalam penyampaian setiap pesan-pesan Islam untuk mendidik masyarakat sekaligus merekayasa peradaban Aceh yang Islami. Ini adalah sebuah peran yang sangat mulia di sisi Allah Swt. 

Maka para penulis dan jurnalis Aceh seyogyanya berperan sebagai aktor-aktor utama dalam upaya sosialisasi universalitas ajaran Islam (lewat berbagai regulasi yang telah dibuat) sehingga masyarakat bisa memahami ajaran Islam secara utuh. Sudah saatnya para penulis dan jurnalis Aceh mendukung sepenuhnya proses pelaksanaan syari’at Islam. Dukungan tersebut, minimal adanya keinginan untuk menulis secara adil dan seimbang setiap berita tentang pelaksanaan syari’at Islam di Aceh.

Artinya, setiap berita dan tulisan yang ditulis tidak justru mengadili dan menghukum para stakeholder syari’at Islam di Aceh. Setiap berita dan tulisan idealnya memiliki nilai-nilai edukasi dan pesan-pesan moral yang tersirat di dalamnya sehingga tulisan kita tidak menyebabkan masyarakat Aceh dan dunia luar menjadi menjadi benci kepada syari’at Islam.

Tulisan-tulisan yang mengandung unsur “porno informasi” sudah selayaknya pula mendapat evaluasi para jurnalis dan perusahaan media di Aceh. Harus kita akui, bahwa berita-berita yang dipublish di media massa yang mengandung unsur “porno informasi” sesungguhnya sangat membahayakan generasi muda Aceh.

Jika setiap hari mereka disuguhkan dengan berita-berita informasi di media massa, maka usaha penguatan moral apapun di lembaga pendidikan formal dan informal sesungguhnya tidak akan berhasil secara maksimal. Pada saat seperti ini, merupakan sebuah konsekuensi yang sangat logis terjadinya kerusakan moral yang cukup parah dalam setiap dimensi kehidupan beragama dan berbangsa.

Selain kiprah edukasi via tulisan dalam konteks lokal yang bisa dimainkan oleh para penulis dan jurnalis di Aceh, sesungguhnya mereka juga memiliki peran yang sangat urgen dalam memperkenalkan Aceh dengan syari’at Islamnya di mata dunia secara seimbang, sehingga wajah syari’at Islam di Aceh dapat menjadi contoh ideal bagi pelaksanaan syari’at Islam.

Tulisan-tulisan kritis terhadap syari’at dari para penulis dan juranlis adalah sebuah keniscayaan, namun alangkah baiknya jika kritikan-kritikan tersebut berorientasi pada upaya konstruktif untuk mendorong penyempurnaan pelaksanaan syari’at Islam, tidak justru mengakibatkan pelemahan terhadap syari’at, dengan atau tanpa disadari.

Pada titik ini, kami memandang para penulis dan jurnalis di Aceh perlu menyatukan persepsi dalam memandang Islam sebagai sebuah ajaran ideal bagi setiap Muslim dengan kewajiban untuk mengimplementasikan setiap aturan Islam dalam semua tatanan kehidupan. Kami berharap, simposium yang kami adakan ini menjadi bagian dari usaha menyatukan persepsi para penulis dan jurnalis di Aceh dalam mewujudkan peradaban Aceh yang Islami lewat tulisan mereka.[]

sumber: suaraaceh.com

Tags