CERPEN | Dari Unsam Cinta Itu Bersemi

Oleh: Fadel Aziz Pase

“ Sialan……..!!” Roki memaki sendiri, seraya memukuli setang sepeda motor yang sedang dikendarainya. Hujan yang semula gerimis berubah menjadi lebat seperti sengaja membasuh hati Roki yang sedang membara. Di malam yang kelabu itu, Roki baru saja pulang dari rumah pacarnya yang ada di Matang Seulimeng, perasaan Roki hancur tidak terkira karena diputuskan secara sepihak oleh gadis yang selama ini dicintainya. Rosa, gadis ayu berkulit kuning langsat mempesona begitu saja memutuskan hubungan tanpa alasan yang jelas. 


Sakit memang, seperti di iris-iris sembilu saja rasanya. Dulu Roki selalu menertawakan apabila ada temannya yang putus cinta. Sekarang barulah dia merasakan sendiri bagaimana sakitnya hati apabila diputuskan secara sepihak oleh orang yang dicintai. Sebenarnyanya tadi Roki ingin sekali menikam perut pemuda yang menggandeng Rosa. Belati dari kuningan memang selalu setia menemaninya selama ini, buat jaga-jaga karena suasana kampus dan Kota Langsa lagi tidak aman. Banyak preman kampus yang berkeliaran dan keluyuran. 

Yah, kalau tidak ingat kedua orang tuanya yang bakal kecewa, mau rasanya dia mendekam di dalam penjara Polres Langsa. Tapi apa nanti yang dikatakan oleh Rosa, mustahil mendapatkan cinta Rosa kembali apabila label pembunuh telah melekat di dirinya. Roki terus memacu sepeda motornya dengan kencang, pandangan kedua matanya sudah mulai agak mengabur.

Malam itu jalanan agak sepi juga. Tanpa terasa setetes air menetes dari kedua pelupuk matanya, Roki tidak tahu apakah yang menetes itu air mata ataukah air hujan yang merembes di sela-sela rambutnya yang agak gondrong. Dia yang selama ini dikenal berhati batu dan keras kepala ternyata lapuk dan kalut juga apabila berhadapan dengan persoalan asmara. 

Karena keasyikan melamun, Roki tidak sempat melihat seorang gadis yang melintasi jalan dengan tergesa-gesa. Untung dia masih bisa menguasai dirinya, dengan sigap Roki membanting setang ke arah kiri. Gadis itu memang selamat dan luput dari tabrakan, tapi akibatnya dia sendiri yang celaka. Sepeda motor yang dikendarainya tanpa ampun menabrak tiang listrik yang berdiri kokoh di tepi jalan Sudirman. Tidak ada teriakan erangan dan rintihan yang keluar dari mulutnya. Terasa kaki tangan dan kepalanya begitu berat. Sebelum semuanya gelap, Riki masih sempat mendengar sayup-sayup jeritan minta tolong dari gadis yang hampir di tabraknya tadi. 

Rumah Sakit Umum Langsa. Bau obat dan alkohol bercampur anyir darah terasa begitu menyesakkan hingga menusuk ke paru-paru. Saat itu Roki baru saja sadar dari pingsannya. Hari masih agak pagi, Roki melirik jarum jam yang ada di dinding rumah sakit yang bercat putih. Ah, masih jam tujuh pagi. Disamping Roki berdiri kedua teman akrabnya yang bernama Nahen dan Faisal. Ketiga nya satu kampus di Universitas Samudra yang merupakan almamater yang selalu mereka banggakan. Di samping Nahen berdiri seorang gadis yang berkulit hitam manis, gadis itu agak malu-malu ketika beradu pandang dengan Roki. Roki sama sekali tidak mengenal gadis tersebut. 

“ Roki, kenalkan ini Dini. Dia yang semalam menolongmu dan membawamu kerumah sakit ini” Nahen tanpa disuruh langsung memperkenalkan gadis itu kepada Roki. Roki baru ingat ternyata gadis itulah yang hampir ditabraknya semalam. Dia berusaha untuk menyalami gadis tersebut, tapi tangan kanannya yang bergips dan patah itu terasa sangat berat untuk di angkat. Faisal segera membantu mengangkat tangan kanan Roki yang ingin menyalami Dini. 

Sejak saat itu Roki dan Dini menjadi akrab, Dini yang membuka usaha warung di depan rumah sakit umum sering menjenguk Roki yang sedang di rawat di rumah sakit. Dua bulan semenjak peristiwa kecelakaan itu, luka dan sakit di tangan kanannya sudah berkurang. Tapi rasa sakit di relung hatinya belum sembuh benar, bayangan wajah Rosa selalu menjelma di dalam ingauan mimpi dan tidurnya. Luka hati itu masih segar begitu pedih merajam jiwa. Entah mengapa semakin hatinya sakit, semakin besar pula kerinduannya kepada Rosa. Jujur, jauh didalam lubuk hati kecilnya Roki masih mencintai Rosa dan berharap untuk kembali kepadanya. Belakangan ini Roki baru mengetahui kalau cowok yang merampas Rosa dari tangannya itu, bernama Leo. 

Leo adalah seniornya di kampus Unsam. Kalau seandainya yang merebut Rosa itu cowok lain, Roki tidak akan mempermasalahkannya. Tapi ini Leo seorang playboy kampus cap kucing garong. Roki tidak rela kalau nanti Leo melukai hati Rosa, dan dia pun bertekad untuk merebut Rosa kembali walau apapun yang terjadi. 

Sore itu langit kota Langsa begitu indah merona, Roki duduk sendiri di pinggir jalan. Pohon Cemara yang tumbuh di trotoar jalan terasa begitu rindang memayungi. Roki duduk sendirian seraya menonton Nahen dan Faisal yang sedang bermain bola bersama teman-teman yang lain. Sebenarnya Roki ingin juga bergabung dengan mereka, tetapi tangan kanannya masih agak terasa ngilu dan masih di pangku dalam balutan selendang yang diikat kan dilehernya. Selendang itu milik Dini yang belum sempat dikembalikan. Gadis itulah yang menjaganya selama ini, menghiburnya dan menyuapi nya ketika makan. 

Bosan menonton pertandingan bola, Roki mengalihkan pandangan matanya ke persimpangan jalan. Sejenak hatinya menjadi tentram dan damai, terasa ada rindu yang menguntum di taman hatinya. Apabila melihat persimpangan jalan tersebut. Tidak tahu mengapa tiba-tiba saja ingatannya merambah wajah dan senyuman manis Rosa yang hampir dua bulan lebih tidak bertemu dengannya, dan tidak menjenguknya ketika dia sedang sakit dulu. Masih segar di ingatannya ketika dua tahun yang lalu, di jalan itulah Roki bertemu dengan Rosa yang pada waktu itu mengikuti Ospek perpeloncoan kampus. Rosa yang merupakan mahasiswi baru, di ospek dan dikerjain habis-habisan oleh Roki yang memang terkenal sebagai tentor atau senior yang berwajah seram. 

Ah, Rosa. Walaupun pada saat itu Roki membentaknya dengan keras tapi Rosa hanya tersenyum saja. Sungguh sebuah senyuman yang manis sekali. Dan senyuman itu pula yang menjerat hati Roki kedalam perangkap jala asmara yang ditebarkan oleh Rosa. 

“Melamun ya, bang?” Tiba-tiba sebuah suara yang lembut dan halus mengagetkan Roki yang sedang asyik melamun. Dengan agak terkejut Roki mengalihkan pandangan matanya kearah suara tersebut. 

“Oh, Dini. Abang pikir siapa tadi” ujar Roki dengan sedikit tergagap. Ternyata gadis yang menegurnya tadi adalah Dini. Dini kemudian duduk disamping Roki dengan sebuah senyuman yang masih mengambang dibibirnya. Sementara itu sang mentari pun sudah mulai menepi. 

“Sal, aku belum bisa melupakan Rosa” ucap Roki seraya memandangi foto Rosa yang terpajang didalam sebuah bingkai berbunga. Saat itu Roki sedang berada didalam kamar kost nya Faisal. Faisal terkejut setengah mati setelah mendengar perkataan Roki barusan. Beberapa kali dia terbatuk-batuk oleh kepulan asap rokok yang diisapnya. 

“Gila loe, Ki. Dini mau kamu kemanakan?” Tanya Faisal dengan heran. 

“Aku tidak mencintainya, Sal. Lagi pula aku tidak pernah mengucapkan suka atau cinta kepadanya. Kami hanya teman biasa” Jawab Roki santai dan tanpa beban. Faisal hanya ternganga saja mendengar penuturan Roki yang seperti tanpa dosa itu. Faisal ingin mendebat lagi dengan Roki, ketika seorang gadis berambut lurus hitam dan panjang berdiri di pintu kamar. Roki dan Faisal tersentak kaget setelah mengenali gadis tersebut. 

“Rosa…!” Roki berseru dengan terkejutnya. Suaranya mengandung getaran rindu. Sungguh Roki seperti tidak percaya kepada penglihatannya. Dia benar-benar terkejut melihat kehadiran Rosa di malam itu, seperti mimpi saja. Berkali-kali Roki menampar pipinya sendiri, tetapi ini bukanlah mimpi. Faisal yang pengertian segera keluar dari dalam kamar kost, memberikan kesempatan kepada Roki dan Rosa untuk berdua. 

“Boleh aku masuk?” Tanya Rosa dengan sedikit ragu. Bola matanya yang indah menjelajah setiap sudut ruangan kamar. 

“Boleh-boleh kok, ayo masuk-masuk!” ujar Roki dengan suara tercekat dan serak. segera dia membenahi asbak rokok dan buku yang berantakan. Pada saat dia menunduk, seuntai kalung berliontin hati tersembul dari balik bajunya. Hal itu tidak terlepas dari pengamatan Rosa. 

Rosa tidak berkata apa-apa lagi. Segera dia berlari kearah Roki dan menghujaninya dengan pelukan yang erat. Hampir saja Roki terjatuh kalau tidak bersandar pada dinding kamar. Rosa menangis sesegukan didalam pelukan Roki. Dengan penuh kasih sayang Roki membelai rambut Rosa yang hitam panjang terurai. Rosa masih terus menangis sehingga baju Roki pun menjadi basah karena tetesan air mata Rosa. Dengan suara yang terbata-bata Rosa meminta maaf kepada Roki. Dan dia berharap agar Roki mau menerimanya kembali seperti dulu.

Roki tersenyum seraya menyapu linangan air mata yang masih menggenang di pelupuk mata Rosa. Dia mau memaafkan Rosa, dengan satu syarat Rosa tidak boleh lagi mengulangi kesalahan yang sama di masa yang akan datang. Rosa mengangguk pelan dengan pandangan mata yang bersinar. Dia sangat yakin kalau Roki masih mencintainya, karena tadi secara tidak sengaja dia sempat melihat kalau Roki masih memakai kalung berliontin hati. Kalung pemberiannya dulu ketika pertama mereka jadian. 

Sebenarnya ketika Roki sakit dulu, Rosa pernah menjenguknya selama tiga kali. Tapi dia hanya berdiri di pintu kamar saja, sebab saat itu dia melihat Roki sedang bercengkrama dengan seorang gadis yang tidak dikenalnya. Akhirnya Rosa mengurungkan langkahnya untuk menjenguk Roki. Saat itu Rosa benar-benar cemburu, walaupun dia dan Roki sudah tidak ada hubungan lagi. Leo yang playboy dan mata keranjang di putuskan oleh Rosa setelah ketahuan selingkuh dengan cewek SMA. Roki mengajak Rosa untuk melupakan masa lalu dan membuka lembaran baru kembali.

Malam itu cinta lama bersemi kembali, kedua hati bersatu lagi setelah sekian lama terpisahkan. Tapi sementara itu jauh didalam pelukan dinginnya angin malam ada seorang gadis yang menunggu dan memendam rindu. Ada secuil hati yang menaruh harapan kepada Roki dan mengharapkan balasan cintanya. Gadis itu tiada lain adalah Dini, yang sudah banyak berkorban dan mencurahkan perhatian kepada Roki. 

Tidak terperikan betapa hancur dan perihnya perasaan Dini, setelah Roki memberitahukan kepadanya kalau cowok yang dicintainya tersebut tidak mempunyai perasaan apa-apa kepadanya. Roki tidak salah juga, karena selama ini dia tidak pernah memberikan harapan kepada Dini, malahan dia telah menganggap Dini sebagai adiknya sendiri. Tetapi Dini yang sudah terlanjur terluka oleh tikaman asmara tidak mau menerima kenyataan. Rasa kecewa dan sakit hati membuat Dini gelap mata. 

Roki baru saja akan menanggalkan sepatu, ketika tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumah nya. Ah, mungkin Rosa. Roki membatin sendiri di dalam hati nya. Dengan tersenyum Roki pun melangkah kearah pintu. Tapi raut wajah Roki berubah drastis seratus enam puluh derajat setelah tahu kalau yang datang bukanlah Rosa, melainkan Dini. Dini yang selama ini memendam rasa kepada Roki datang seraya membawa sebungkus nasi, lengkap dengan lauk pauknya. 

“Maaf bang, menganggu. Ini aku bawakan nasi dengan lauk kesukaan abang!” Dini berkata seraya menyerahkan sebungkus nasi kepada Roki. Dengan tangan gemetar Roki mengambil pemberian Dini tersebut. Tapi ketika Roki ingin mempersilahkannya masuk, Dini sudah berlari naik kedalam mobil. Roki tertengun di depan pintu. Sekarang dia barulah merasakan perasaan bersalah kepada Dini. Tapi mau bagaimana lagi, cinta tidak bisa dipaksa dan dia tidak akan mungkin menduakan Rosa yang sangat dicintai nya. 

“Dini, maafkan aku!” Hanya ucapan itu yang keluar lirih dari mulutnya. 

Ketika Roki membuka bungkusan nasi yang diberikan oleh Dini, tiba-tiba di depan pintu rumahnya berdiri seorang lelaki tua renta bertubuh kerempeng dan berpakaian lusuh. Dari penampilan lelaki tersebut dapat terbaca kalau lelaki itu adalah seorang pengemis atau peminta-minta. Pengemis tua itu menjulurkan tangan kanan yang gemetar karena menahan lapar. Melihat hal tersebut hati Roki menjadi treyuh dan iba. Roki tidak jadi memakan nasi pemberian Dini tadi. Dengan penuh keikhlasan dia pun memberikan nasi bungkus tersebut kepada pengemis tua yang kelaparan itu.

Tidak lupa Roki juga menyelipkan selembar uang puluhan ribu kepadanya. Mulut tua yang bergetar itu tiada henti-hentinya mengucapkan terima kasih kepada Roki. Mata yang agak rabun berkedip-kedip itu tampak basah, lelaki tua bertongkat itu tidak menyangka ternyata di tengah hiruk-pikuk kota Langsa masih ada seorang pemuda yang berhati emas seperti Roki. 

Roki segera mempersilakan kakek tua itu masuk kedalam rumah nya, tapi si kakek menolak. Dia lebih senang duduk di teras rumah Roki seraya menikmati nasi bungkus yang gurih itu. Ketika Roki masuk kedalam rumah, Rosa pun datang. Lalu duduk di kursi santai yang ada di teras rumah, menunggu Roki keluar. Perhatian Rosa tertuju kepada pengemis tua yang sedang menyantap nasi bungkus dengan lahapnya. Rosa menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya, dibalik seorang Roki yang dikenal beringas dan keras kepala ternyata mempunyai hati yang luhur dan mulia.

Masih menyimpan sedikit kasih sayang kepada sesama yang membutuhkan. Menyesal rasanya Rosa meninggalkan dan mencampakkan Roki dulu, dia benar-benar merasa bersalah atas semua itu dan mulai hari ini Amelia berjanji di dalam hati nya untuk tetap setia kepada Roki walau apapun yang terjadi. 

Roki tersenyum menyambut kedatangan Rosa, segelas air putih yang ada ditangannya segera diletakkan di samping pengemis tua itu. Baru saja Roki ingin duduk disamping Rosa, tiba-tiba saja Rosa menjerit keras seraya menunjuk ke arah pengemis tua yang ada disamping Roki. Seperti di sengat kalajengking Roki sangat terkejut sekali, keduanya segera memburu kearah tubuh pengemis tua yang sudah tergeletak kaku dengan mulut berbusa tak bernyawa. Ternyata nasi yang diberikan oleh Dini tadi sudah diberikan racun yang mematikan. 

Aparat kepolisian dari Polres Langsa berdatangan untuk melakukan Olah Tempat Kejadian Perkara. Dalam keadaan demikian, Rosa selalu mendampingi Roki dengan setia apabila Roki mendapatkan panggilan dari pihak kepolisian. Selain itu Rosa juga telah menelpon paman nya yang berprofesi sebagai pengacara, untuk membela Roki jika kasus ini berlanjut ke pengadilan. Tanpa ditutup-tutupi Roki pun menceritakan kronologis kejadian sebenarnya, mulai dari kedatangan Dini dengan sebungkus nasi hingga kematian lelaki tua pengemis itu. 

Tanpa membutuhkan waktu yang lama, aparat keamanan berhasil menangkap Dini dirumahnya. Dalam interogasi di kantor kepolisian, Dini mengakui semua perbuatannya itu. Semua itu dilakukan karena Dini kecewa dan sakit hati terhadap Roki yang telah menolak cintanya. Ditambah lagi pengorbanan yang selama ini dia berikan dianggap angin lalu saja oleh Roki. Maka kemudian timbullah sebuah ide didalam pikiran Dini. Apabila dia tidak bisa memiliki cinta Roki maka tiada seorang pun yang boleh memiliki Roki, tidak juga Rosa. Jalan satu-satunya yang paling ampuh adalah dengan memberikan racun kedalam makanan Roki. Karena jika Roki mati, tidak ada seorang pun yang bisa memilikinya.

Tetapi perkiraan Dini meleset, rencananya hancur berantakan. Bukannya cinta dan kasih sayang Roki yang didapat, melainkan hukuman lima tahun penjara dan mendekam didalam hotel prodeo Polres Langsa. Beberapa hari kemudian melalui keluarganya Dini meminta maaf kepada Roki, karena memang tidak ada dendam didalam hatinya maka dengan segala keikhlasan Roki pun mau memaafkan Dini. Bahkan beberapa kali Roki dan Rosa mengunjungi Dini di penjara Polres Langsa. Namun keduanya gagal bertemu dengan Dini, karena Dini menolak dengan alasan malu untuk bertemu dengan Roki dan Rosa. 

Diujung, tampaklah sepasang mahasiswa yang sedang berjalan kaki tanpa memperdulikan hiruk pikuk kota Langsa di sore itu. Mereka adalah Roki dan Rosa yang sedang bernostalgia di jalan kenangan. Jalan yang mempersatukan cinta mereka ketika masa orientasi perkenalan kampus dulu. Saat dimana kedua nya bertemu di jalan yang berujung kepada kebahagiaan.[]


Penulis adalah Reporter Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Unsam Langsa


Tags