Kekalahan dalam Kesenangan Menyambut Tahun Baru

Khairul Riza
*Oleh: Khairul Riza

KEKALAHAN dalam perang salib menjadi pukulan telak sekaligus pelajaran berharga bagi kaum Yahudi. Kekalahan tersebut juga menginspirasi mereka untuk mengalahkan Islam dengan cara yang lain. Karena sebesar apapun kekuatan mereka mustahil dapat mengalahkan kedigdayaan Islam. Yahudi meyakini para kesatria Islam dalam berperang menggunakan spirit akhirat merupakan dedikasi dan kepahlawanan tanpa batas dalam membela dan memperjuangkan agama Allah. Oleh karena itu, memerangi Islam dengan kekuatan senjata hanya akan berakhir pada kekalahan. Berangkat dari realita itu Yahudi merubah strategi perang mereka dalam menghadapi umat Islam. Mereka tidak lagi memakai kekuatan senjata, namun mereka menggunakan kekuatan logika, perang pemikiran. Dengan strategi itu mereka ingin mengacak-acak elemen kekuatan dalam Islam dan memporak-porandakan sendi aqidah umat Muhammad SAW.

Dalam Protocol of Zion yang merupakan doktrin – doktrin Yahudi termaktub pasal – pasal yang lebih mirip agenda Yahudi dalam menghancurkan para gentile (non yahudi), memuat perintah diantaranya pada Protokol Ketiga : “Menetapkan politik adu domba antara penguasa dan rakyat agar mudah menguasai negara tersebut”. Protokol keempat : “Membelokan atau menyingkirkan pandangan atau pemikiran kepada Allah dan agama non yahudi, kepada pemikiran materi, ekonomi, perdagangan, dan semua yang berhubungan dengan duniawi”. Protokol kelima : “Menghancurkan otoritas petinggi agama”. Cara yang paling ideal untuk menghancurkan umat, mereka menjauhkan publik dari petinggi dan pemuka agama dengan melontarkan segala pemikiran keduniaan untuk dipertentangkan dengan agama. Ini yang sedang terjadi di Indonesia bahkan di Aceh, semua ini adalah kerjaan Yahudi.
Aceh dikenal dengan sebutan seramoe mekkah (serambi mekkah). Hal ini didasarkan karena nafas Islam begitu menyatu dalam adat budaya orang Aceh sehingga aktifitas budaya kerap berazaskan Islam. Karena landasan tersebut Aceh diberikan hak otonomi khusus untuk mengatur daerah sesuai dengan adat istiadat dan budaya yang ada dalam masyarakat Aceh. Salah satu hak otonomi yang paling terasa dalam masyarakat adalah penerapan Syariat Islam. Syariat (legislasi) adalah semua peraturan agama yang ditetapkan oleh Allah untuk kaum muslimin, baik yang ditetapkan dengan Al-Qur’an maupun dengan sunnah Rasul (Muhammad Yusuf Musa,1998:131).

Sejak Syariat Islam dideklarasikan di Aceh pada tahun 2001, banyak pro dan kontra yang terus bermunculan. Bagi mereka yang pro mengatakan bahwa Syariat Islam merupakan marwah masyarakat Aceh yang telah lama hilang dan diupayakan untuk dilahirkan kembali. Syariat Islam juga dianggab sebagai bentuk upaya penyatuan semua golongan (Ulama dan Umara) Aceh agar bisa satu kata dan satu visi. Tapi bagi yang kontra mereka berspekulasi bahwa masyarakat Aceh tidak sepenuhnya siap dengan aturan Syariat Islam, ada juga yang menuding Pemerintah mempunyai unsur politik tersendiri dalam menerapkan Syariat Islam di Aceh, dan bahkan ada yang menganggab bahwa Syariat Islam merupakan aturan yang menyimpang dengan HAM (Hak Asasi Manusia).

Ditinjau dari sejarah, dulu Aceh merupakan sebuah Negara atau Kerajaan yang menerapkan sistem hukum Syariah untuk kelangsungan aktivitas Negaranya. Ntah apa yang terjadi dengan negeri ini sehingga ada masyarakat Aceh yang menganggab tidak siap dengan sistem Syariat Islam. Dan berbicara penyimpangan dengan HAM, sejarah juga membuktikan bahwa agama Islam merupakan agama yang mengkumandangkan HAM jauh sebelum lahirnya paham HAM yang dianut oleh masyarakat barat.

Penerapan Syariat Islam di Aceh sudah berlangsung lebih dari 10 tahun. Perlahan-lahan hukum positif yang dituangkan dalam KUHP digantikan dengan hukum Allah yang terangkum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadish yang dituangkan Dinas Syariat Islam ke dalam qanun. Namun sampai saat ini penerapan Syariat Islam di Aceh masih mendapat banyak hambatan dan belum bisa terealisasi dengan baik. Hal tersebut masih wajar jika dibandingkan dengan KUHP saja yang sudah berusia puluhan tahun penerapannya juga masih berantakan. Jika Dinas Syariat Islam dibentuk dengan tujuan untuk mengembalikan marwah Syariat Islam di Aceh sudah sepantasnya sebagai umat muslim dan masyarakat Aceh kita mendukung penuh. Jika ada cara mereka yang salah atau menyimpang sepatutnya kita luruskan dengan kritikan yang baik.
Ada berbagai cara orang merayakan penutupan akhir tahun dan menyambut datangnya tahun baru. Banyak diantara mereka menyambutnya dengan kembang api, semakin besar ledakan kembang api tersebut, semakin besar pula kepuasan yang mereka dapatkan. Ada juga yang menikmati pergantian tahun dengan upacara bakar ayam atau ikan untuk disantap bersama keluarga, kawan-kawan bahkan dengan kumpulan pasangan yang non muhrim. Yang pasti semua bertujuan untuk memuaskan hawa nafsu yang menggebu – gebu di malam pergantian tahun yang seakan itu momentum yang begitu special untuk dilewatkan dengan cara yang biasa-biasa saja.

Di Kota Langsa, di malam pergantian tahun 2012 menuju 2013 Walikota mengadakan acara zikir bersama di lapangan merdeka. Hal tersebut tentu menjadi kontradiksi bagi kelangan remaja yang menjadikan lapangan merdeka sebagai pusat pesta kembang api setiap awal tahun baru. Menyebarnya para WH (Wilayatul Hisbah) di setiap sudut kota juga menjadi hal yang sangat mengganggu kesenangan para remaja apalagi remaja yang berpasangan. Seakan penegak Syariat Islam tersebut mempersempit ruang untuk kesenangan dan kebebasan para remaja di Kota Langsa dalam menikmati malam tahun baru.

Tidak sedikit dari kalangan remaja – remaja tersebut sengaja bolak – balik di jalanan untuk melemparkan cacian ke arah WH, ada juga diantaranya yang dengan sengaja meledakkan petasan untuk menciptakan kegaduhan terhadap WH yang sedang berpatroli. Mereka merasa begitu puas dengan tingkah tersebut seakan mereka memenangi sebuah peperangan ketika WH itu tidak mampu menghentikan apa yang mereka buat. Mereka merasa benar terhadap apapun yang mereka lakukan, mereka beranggapan WH atau Walikota sekalipun tak akan mampu menghentikan kesenangan mereka di malam tahun baru.
Berdasarkan agenda yang termuat dalam Protocol of Zion, salah satu strategi Yahudi dalam menghancurkan Islam adalah dengan cara memprovokasi pemuda/i Islam agar kagum dengan budaya dan peradaban barat. Propaganda bangsa Yahudi tersebut tidak akan berhenti, mereka akan terus berusaha memalingkan umat muslim dari ajaran Islam, dan materi atau kesenangan duniawi adalah senjata utama bagi Yahudi untuk mendangkalkan aqidah umat.

Sebagaimana termaktub dalam protocol of Zion pasal 14.“Diupayakan di dunia ini hanya satu agama, yaitu agama Yahudi (inti ajaran agama Yahudi adalah pemujaan materi atau paham materialisme, pen). Oleh karena itu segala keyakinan lainnya harus dikikis habis. Kalau dilihat di masa kini, banyak orang yang menyimpang dari agama. Pada hakekatnya kondisi seperti itulah yang menguntungkan Yahudi…”.

Melihat kondisi remaja kita yang merasa menang dengan penuh kesenangan dan kebebasan saat menyambut datangnya tahun baru dengan budaya dan peradaban barat yang jauh dari nilai-nilai keislaman, telah menjadi bukti bahwa musuh Islam sudah hampir sepenuhnya berhasil menghancurkan Islam. Disaat banyak diantara kita yang menganggab bahwa Syariat Islam merupakan ancaman untuk kebebasan dan kesenangan, saat itulah kita sudah mendapati kekalahan dari peperangan yang sesungguhnya.

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Unsam Langsa

Tags