HUTANKU JUGA HUTANMU

Samudra News
Oleh : Syahzevianda

MENYIKAPI memberitaan di Media Rakyat Aceh Online Selasa, 5 Maret 2013 │ 10.41 WIB yang berjudul ‘’Doto Disomasi Masyarakat Atam’’ (bisa di akses di : rakyataceh.com, timbul pertanyaan yang membingungkan. Siapa lagi yang ingin menyelamatkan paru-paru bumi ini kalau bukan penghuni sekitar, apa mungkin yang menjaga pegiat-pegiat lingkungan di Uni-Eropa (TNGL) sana, apa mungkin hanya LSM tanpa ada dukungan dari semua pihak yang menyelamatkan hutan Aceh ini? Tentu tidak, ini merupakan tanggung jawab Kita bersama, bukan hanya Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang khususnya saja, itu hanya sebatas kewenangan saja, jangan sampai mereka-mereka yang diluar sana (Tamiang) yang meraup keuntungan dari hasil bumi Muda Sedia Cuma tersenyum riang tanpa ada kontribusi bagi Daerah, memangnya berapa besar PAD kita dari mereka baik yang berbadan usaha maupun perorangan yang telah melampaui batas tertentu?, Rakyat Tamiang hanya bisa menjadi penonton budiman yang diakibatkan keterbatasan modal dan sebagainya. 

Bukan hanya itu, mereka mencari keuntungan yang sebesar-besarnya itu lewat kesengsaraan-kesengsaraan Rakyat Tamiang yang diderita. Namun apalah daya, hanya rakyat jelata semata yang tak mengerti apa-apa, namun sungguh disayangkan yang mengerti juga bermain ala kepentingan-kepentingan, ketika suatu Lembaga Pegiat Lingkungan menyatakan sikap tentang dampak buruk pengrusakan lingkungan dengan mengalihkan lahan kawasan hutan menjadi areal-areal perkebunan, namun para pejabat Kita hanya bisa ''tersenyum'' menganggap angin lalu yang lewat ditelinga mereka ketika mendapat kritikan.

Praktek penebangan liar masih saja berlangsung secara diam-diam dan rapi bagai sistematika yang sudah tersusun kian demi pundi-pundi Rupiah, oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab pun seakan tidak tahu (entah berpura-pura tak tahu, atau memang tidak tau), seolah mampu memicingkan mata petugas-petugas Kita dilapangan, sedih memang melihat kondisi yang terjadi di Kabupaten
ini.

Sejak banjir bandang Tamiang desember 2006 silam, air sungai Tamiang sampai saat ini tidak pernah yang namanya ''jernih'' seperti sedianya sebelum banjir terjadi, mungkin saja habitat serta ekosistem didalamnya juga sudah tak lagi seperti dahulu, Kita juga tak tau apa sebab musababnya, apa mungkin diakibatkan tambang galian pasir, apa dikarenakan hutan dihulu sana sudah rusak.

Jangan sampai regulasi yang diturunkan itu memberikan peluang-peluang pada investor/pemodal dari luar Aceh Tamiang yang berinvestasi diatas penderitaan Kami sebagai Rakyat yang kebetulan tinggal berdekatan dengan lokasi-lokasi perkebunan HGU, mereka berlalu lalang melewati permukiman kami membawa hasil perkebunan mereka, Kami menetap disana jauh lebih lama sebelum HGU-HGU tersebut muncul, seharusnya Pemerintah lebih memihak kepada raykatnya ketimbang para penggali Rupiah tersebut, Aceh Tamiang memang surganya perkebunan kelapa sawit, wajar saja banyak lahan-lahan disana banyak yang beralih pungsi, berapa banyak jalan dan jembatan yang dirusak oleh kendaraan operasional perusahaan yang kelebihan tonase, berapa besar pula bantuan ''ini-itu'' yang diberikan perusahaan-perusahaan tersebut kepada Kami Rakyatnya (CSR)? Itu semua tak sebanding atas apa yang kami derita, kami harus mengemis-ngemis dulu, berapa persen dana partisipasi mereka yang diambil untuk membuat jalan dan jembatan yang akan diperbaiki ketika mengalami kerusakan? Tentu semua mata harus mengkaji sampai kesitu, jangan cuma Rakyat diberikan jalan berlubang dan berabu saja, tentu pemerintah harus respek terhadap hal-hal tersebut, jangan sama-sama ikut menonton seperti Kami, Kami menonton karna tak punya daya dan upaya, sedang anda bertugas membela nasib warga anda. Dilematis sekali memang.  

Seharusnya ketika jumlah HGU di Aceh Tamiang yang angkanya menembus angka 20-an merupakan surga bagi Rakyatnya, bukan surga bagi pengusaha, sangat jelas dengan jumlah HGU yang tidak sedikit itu pasti Rakyatnya akan ikut meningkat dari segi ekonomi, namun kondisi yang dirasakan saat ini, masih banyak Rakyat Tamiang yang hidup di bawah angka kemiskinan, dan jumlahnya tidak sedikit jika di bandingkan dengan SDA yang berlimpah ruah seperti sekarang, ironis memang, tapi itulah sebuah realita yang saat ini tak bisa terpungkiri, sakit tentu sakit, namun tinggal lagi obatnya tak tau ada dimana, Untuk saudara-saudara Kita yang duduk di Dewan terhormat, lihatlah nasib Kami-Kami ini, nasib lingkungan dan kawasan hutan ini, anda terpilih karena Kami, anda terpilih karena anda dianggap bisa memperjuangkan nasib Kami, anda dipilih memang untuk menampung aspirasi Kami, jangan sekali-sekali anda berpura-pura tidak tau tentang lingkungan Kami yang semakin hari semakin memperihatinkan ini, berkoordinasilah anda-anda yang duduk ''disana'' dengan pihak Eksekutif (dinas-dinas terkait) mengenai hal ini, guna mencari solusi yang tepat untuk menyelamatkan hutan di Aceh Tamiang ini, anda diutus untuk duduk di parlemen bukan untuk saling tuding-tudingan dengan pihak eksekutif, melainkan seharusnya anda membuat regulasi yang berpihak pada Rakyat (pro-rakyat),  bukan untuk para pengusaha-pengusaha yang cuma numpang mengisi rekening di Bumi Muda Sedia tercinta ini.[]

Penulis adalah 
Mahasiswa Fakultas Hukum 
Universitas Samudra Langsa
Tags