Aceh dan Sabu-sabu yang Semakin Akrab |
samudranews.com
| LANGSA - Setelah
hiruk-pikuk konflik bersenjata yang berkepanjangan, musibah gempa dan tsunami,
kini Aceh kembali didera prahara mengguritanya peredaran narkoba. “Aceh jual
ganja beli senjata” begitu kiranya lirik lagu group band Slank yang berjudul
Aceh Investigation.
Mungkin saja Kaka (vokalis) dan
kawan-kawannya di Slank menulis lagu itu berdasarkan pengalaman nyata yang ada
di Aceh. Karena tak dipungkiri peredaran narkoba jenis ganja memang sangat
marak di wilayah itu. Akan tetapi belakangan muncul narkoba jenis lain yang
sangat mengiurkan baik dari harga dan para penggunanya yakni sabu-sabu (SS).
Peredaran sabu memang bak kilat yang
begitu cepat merambah setiap aspek kehidupan. Tak peduli miskin dan kaya, tua
atau muda, pria dan wanita. Mulai pejabat negara sampai rakyat jelata telah
dirasuki zat adiktif yang satu ini. Cengkramannya begitu kokoh sehingga sulit
untuk melepaskan diri, terlebih kenikmatan sesaat yang diperoleh pecandunya.
Kegelimangan harta bandarnya, membuat siapa saja kepincut “si putih” ini.
Dalam kesempatan ini, mari kita
menyimak serangkaian penangkapan spektakuler dengan barang bukti puluhan kilo
gram oleh aparat penegak hukum terhadap kurir dan bandar barang haram tersebut.
Sebagaimana diketahui, Kamis (15/1), aparat
Polres Aceh Tamiang berhasil menangkap sopir intercooler BK 9056 BU atas nama
Bahtiar Joni alias Joni bin M Sabil (38), warga Dusun Simpang Proyek, Desa
Bukit Seraja, Kecamatan Julok, Aceh Timur, di Kilo Meter 5 Kuala Langsa. Tersangka
tertangkap tangan mengangkut narkoba jenis sabu-sabu seberat 6,1 kg plus 30.000 butir pil ekstasi.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun,
sabu dan pil ekstasi itu diduga diselundupkan dari luar negeri dan rencananya
hendak diantar tersangka ke Kota Medan, Sumatera Utara, kepada pembelinya,
Akiong, warga keturunan Tionghoa.
Penangkapan berawal ketika, personel
Satnarkoba Polres Aceh Tamiang mendapat informasi dari warga bahwa akan ada
transaksi besar sabu-sabu dan ekstasi dari Aceh ke Medan. Tapi siapa pelakunya
tak diketahui. “Informasi yang kita terima itu cukup minim. Tapi belakangan
masuk lagi info tambahan bahwa pelaku menggunakan mobil truk intercooler boks
warna putih dengan nomor pelat BK 9056 BU dari arah Medan menuju Aceh,” ujar Kapolres
Aceh Tamiang, AKBP Dicky Sondani SIK MH didampingi Kasat Narkoba Iptu Ferdian
Chandra ketika menggelar jumpa pers, Senin (19/1).
Satu bulan kemudian, giliran Polres
Aceh Utara berhasil meringkus empat orang mafia narkoba yang diyakini bagian
dari jaringan internasional, diringkus aparat Polri dan TNI di kawasan Desa
Cempeudak, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, dengan barang bukti 14,4 kg
sabu, Sabtu (14/2).
Menurut Kapolres Aceh Utara, AKBP
Achmadi, keempat tersangka masing-masing
Muzakir (20) dan Ramli (49), keduanya warga Desa Calok Geulima, Kecamatan Idi
Rayeuk, Aceh Timur, Herman (48) asal Desa Sungai Pauh, Kecamatan Langsa Barat,
Kota Langsa dan seorang perempuan bernama Nani (39) warga Desa Jawa, Kecamatan
Langsa Kota.
Masih berdasarkan keterangan Kapolres
Aceh Utara, mereka sudah berulangkali pulang-pergi ke Malaysia. Namun, penyidik
belum berhasil mengungkap apakah tujuan mereka sering ke Malaysia sebelumnya
untuk menyelundupkan SS atau bukan. Namun, yang jelas mereka terlibat jaringan
internasional dan tidak menutup kemungkinan ada kelompok lain yang lebih besar.
Keesokan harinya, Minggu (15/2), tim gabungan
dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat, Polres Aceh Timur dan Brimob Sub Den
2 Aramia, berhasil membongkar kasus serupa dengan jumlah barang bukti SS yang
disita mencapai 75 kg beserta satu pucuk senjata api (senpi) M16, tiga pucuk
FN, 7 magasin, peluru 123 butir, dan uang Rp 49,3 juta.
Tim gabungan yang dipimpin Kapolres
Aceh Timur, AKBP Hendri Budiman SH SIK MH dan Komandan Brimob Sub Den 2 Aramia,
AKP Wahyudi SH, melakukan penggerebekan di rumah milik Usman, di Desa Alue Bu
Jalan, Peureulak Barat, Aceh Timur, sekitar pukul 10.00 WIB. Polisi juga
mengamankan empat tersangka kasus perederan narkoba jaringan internasional.
Terkait penangkapan terhadap tersangka
secara berturut-turut yang dilakukan Polres Aceh Tamiang, Aceh Utara dan Aceh
Timur dalam kurun waktu satu bulan lebih itu, disinyalir ada campur tangan
‘pemain’ luar negeri yang memang menjadi cukong alias bandar besarnya. Demikian
dikatakan, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Gerakan Nasional Anti Narkotika (DPC
GRANAT) Kota Langsa, Islamsyah ST, disela diskusi bahaya narkoba bagi kaula muda
yang digelar pihaknya, Jum’at (13/3) di Langsa.
Jika melihat alur pemasoknya, kata
dia, barang haram tersebut masuk dari perairan Aceh. Bisa saja dari sejumlah
lokasi pantai atau pelabuhan tak resmi yang berada di sepanjang pantai timur
Aceh (Aceh Tamiang-Aceh Utara) yang memang lokasinya sangat dekat dengan negara
jiran, Malaysia.
“Kami memberikan apresiasi kepada
aparat penegak hukum Polres Aceh Tamiang, Aceh Utara dan Aceh Timur yang telah berhasil
meringkus jaringan narkoba dengan barang bukti terbanyak dalam sejarah
penangkapan narkoba di Indoensia,” tuturnya.
Selain itu, Islamsyah juga menghimbau
kepada generasi muda untuk tidak terjerumus dalam dunia narkoba, baik
mengkonsumsi, kurir dan bandarnya. Karena, sambung dia, narkoba merusak tatanan
kehidupan serta sangat mematikan.
Ia juga meminta kepada segenap lapisan
masyarakat untuk dapat mencegah terjadinya peredaran narkoba di wilayah
masing-masing, dengan cara segera melaporkan informasi dan segala tindak
mencurigakan terkait narkoba kepada pihak kepolisian, BNN maupun GRANAT itu
sendiri.
Disisi lain, dia mendesak para hakim
yang akan bertugas sebagai juru adil bagi para tersangka narkoba dimaksud. Agar
berani menjatuhkan hukuman maksimal bahkan hukuman mati. “Hakim jangan mau
disuap oleh sindikat narkoba, harus tegas dan beri efek jera. Bila perlu
hukuman mati, karena hal itu dimungkinkan dalam peraturan perundangan-undangan
yang berlaku, serta semangat pemberantasan narkoba yang sedang digalakkan
pemerintah” pintanya.
Terlebih, lanjut dia, Majelis
Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh juga sudah mendukung sepenuhnya pelaksanaan
hukuman mati bagi bandar narkoba. Hal tersebut, selaras dengan sikap Ketua Umum
DPP GRANAT Hendri Yusodiningrat, SH yang mendukung eksekusi mati bagi terpidana
kasus narkoba di Indonesia.
“Kita dukung penuh pemerintah dalam
hal pemberantasan narkoba dan menghukum mati para terpidananya sebagai bagian
efek jera. Mari hidup sehat tanpa narkoba, untuk membangun Indonesia jaya,”
tutup Islamsyah.
|
Alam