WALHI Aceh : Menyikapi Rencana Pembangunan PT. Tripa Semen Aceh |
Samudranews.com | Tahun
2015 PT Tripa Semen Aceh menyelesaikan Kerangka
Acuan
yang didalamnya menceritakan berbagai potensi kekayaan sumber daya alam yang
tidak dapat diperbaharui salah satunya yaitu batu gamping, clay/lempung, dan
pasir kuarsa di dalam struktur kerak bumi. Berdasarkan hasil eksplorasi yang
telah dilakukan oleh PT. Arbico Karya Mandiri yang ditunjuk oleh PT. Tripa
Semen Aceh, ditemukan bahan galian komoditi tersebut di atas Kampung Kaloy
Kecamatan Tamiang Hulu dan Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang,
Provinsi Aceh.
Kegiatan
penambangan bahan baku semen dan pembangunan serta pengoperasian pabrik semen
ini diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan di sekitarnya,
baik dampak negative maupun dampak positif. Terlebih kawasan yang digunakan
sebagian
besarnya merupakan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
Karena,
Aceh Tamiang saat ini sudah digempur oleh kegiatan perkebunan sawit, illegal
logging dan kegiatan lainnya
yang menurunkan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup terutama untuk pemenuhan sumber air bersih bagi
penduduk. Dan kehadiran PT. Tripa Semen Aceh berpotensi menambah sederetan
masalah baru bidang lingkungan di Aceh.
Menyikapi
hal itu, WALHI
Aceh bersama HAkA (Hutan Alam Konservasi Aceh), pada tanggal 31 Maret
2015 melaksanakan kegiatan Diskusi Publik “Menyikapi Pembangunan PT. Tripa
Semen Aceh” di Hotel
OASIS Banda Aceh. Kegiatan tersebut turut dihadiri oleh unsur Masyarakat Sipil dari Banda Aceh dan Aceh
Tamiang, Akademisi, SKPA Terkait (Dinas Kehutanan Aceh, Distamben
Aceh, Bapedal Aceh), Media cetak
dan online, dan perwakilan Masyarakat
Aceh Tamiang. Ada tiga orang narasumber yang mengisi acara tersebut
yaitu, M. Nasir (Devisi Advokasi WALHI
Aceh), Bapak Abdillah (KARST), dan Ibu Rosmayani (Bapedal Aceh). Untuk mendapatkan pandangan dari berbagai
pihak menyangkut rencana pembangunan pabrik semen tersebut.
Dalam
diskusi itu, WALHI
Aceh memaparkan delapan masalah besar yang akan muncul dengan hadirnya pabrik
semen di Kampung Kaloy Kec. Tamiang Hulu, yaitu:
Pertama, Konflik lahan dengan
warga. Banyak kasus yang terjadi di Aceh baik yang sudah dan sedang ditangani
oleh WALHI Aceh khusus masalah konflik lahan antara warga dengan perusahan. Bagitu
juga halnya dengan kasus pabrik semen tersebut, juga memiliki potensi masalah
tentang pembebasan lahan atau pemberian kompensasi kepada warga. Selain itu,
warga juga akan kehilangan lahan perkebunan/pertanian, yang kemudian masyarakat
akan membuka lahan baru dalam kawasan hutan yang saat ini belum tersentuh.
Kedua, Kawasan yang digunakan
berada dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Hal ini akan berdampak pada
punahnya atau terancam keselamatan ekosistem yang ada dalam KEL.
Ketiga, Ancaman terhadap
sumber air. Dari data yang didapatkan warga yang berada dalam Kecamatan Tamiang
Hulu untuk mencukupi kebutuhan air diambil dari tiga sumber, yaitu melalui
sungai ada sekitar 508 rumah tangga, sumur 3.431 rumah tangga, dan yang
parahnya ada sekitar 596 rumah tangga yang harus membeli air. Dengan demikian
hadirnya pabrik semen akan berdampak pada berkurangnya atau hilangnya sumber
air untuk warga karena pabrik semen dalam kegiatan produksinya membutuhkan air
per 3,5 ton semen butuh air 1 ton.
Keempat, Intensitas banjir akan
bertambah. Pengalaman tahun 2014 Kabupaten Aceh Tamiang salah satu kabupaten
yang terkena dampak banjir terparah. Ribuan masyarakat harus mengungsi dan lebih 2000 rumah
terendam. Hadirnya pabrik semen akan berdampak pada daerah tangkapan air akan
kehilangan fungsi alami.
Kelima, Persoalan tenaga
kerja. Bila dilihat dari data tingkat pendidikan warga, maka masyarakat Tamiang
Hulu dan sekitarnya akan menjadi buruh pabrik.
Keenam, Pencemaran udara.
Hadirnya pabrik semen akan berdampak pada terjadinya pencemaran udara, seperti
halnya pengalaman yang terjadi di PT. Lafarge Cement Indonesia dimana warga
harus mengungsi karena itu.
Ketujuh, Fasilitas publik akan
rusak. Dalam kegiatan operasional produksi tentu akan melewati atau menggunakan
fasilitas publik yang ada. Dan hal ini akan berdampak pada rusaknya fasilitas
tersebut (jalan dan jembatan) dimana saat ini digunakan oleh warga.
Kedelapan, Jaminan paska
produksi. Ini juga merupakan masalah umum dari setiap perusahan tambang termasuk
pabrik semen. Dimana jaminan perbaikan atau pemulihan kawasan hanya janji
belaka dari
perusahaan.
Dari
berbagai persolan yang harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat, dalam
diskusi lahir beberapa gagasan; seperti pentingnya dibentuk sebuah komite yang
akan melakukan pengawasan terhadap semua janji perusahaan kepada masyarakat. Dan
masyarakat harus merumuskan “harga tawar” kepada perusahaan dalam hal pemberian
kompensasi atau jual beli lahan kepada perusahan, bisa dalam bentuk konstribusi
saham atau memungkinkan juga lahan perkebunan masyarakat yang masuk dalam
kawasan perusahaan tidak dilepaskan dalam bentuk jual beli, melainkan dilakukan
dalam bentuk gala. Sehingga paska produksi, masyarakat masih dapat memiliki
tanah tersebut.
Selain
itu, pemerintah juga diharapkan untuk lebih mampu mengkaji lebih dalam dokumen
AMDAL PT. Tripa Semen Aceh terhadap keakuratan, kesesuaian aturan, dan analisa
dampak yang terjadi disemua aspek termasuk potensi konflik sosial.
Terkait rencana pembangunan PT.
Tripa Semen Aceh, dalam hal ini sikap WALHI
Aceh belum pada posisi menerima atau menolak kehadiran pabrik semen tersebut.
Akan tetapi WALHI
Aceh siap pada sikap dimana keinginan daripada masyarakat penerima dampak.
| PR | Red