Waspada Ledakan LGBT |
Oleh : Aisyah Karim,SH
LGBT merupakan singkatan dari
Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender.
Menurut Wikipedia LGBT dapat dijelaskan
sebagai:
LGBT adalah singkatan yang secara
kolektif mengacu pada komunitas khusus kaum "lesbian, gay, biseksual, dan transgender".
Digunakan sejak 1990-an, istilah "LGBT" merupakan adaptasi dari
singkatan "LGB", yang mewakili "komunitas gay" dimulai
sejak pertengahan hingga akhir 1980-an. Singkatan ini telah menjadi arus utama
penunjukan diri dan telah diadopsi oleh "seksualitas dan identitas gender
berbasis" mayoritas pusat-pusat komunitas dan media di Amerika Serikat dan
beberapa negara berbahasa Inggris lainnya. Istilah LGBT dimaksudkan untuk
menekankan keragaman "seksualitas dan identitas gender berbasis
budaya" dan kadang-kadang digunakan untuk merujuk kepada siapapun yang
non-heteroseksual.
Lesbian adalah perempuan yang
menyukai dan menjalin hubungan seks dengan sesama perempuan. Gay adalah lelaki
yang menyukai dan menjalin hubungan seks dengan sesama lelaki. Bisexual adalah
lelaki atau perempuan yang menyukai dan menjalin hubungan seks dengan lawan
jenisnya masing-masing tetapi juga menyukai dan menjalin hubungan seks dengan
sesama lelaki dan sesama perempuan. Sedangkan transgender adalah lelaki atau
perempuan yang lebih suka jika dirinya beralih menjadi jenis kelamin lawannya,
jika perempuan ia lebih suka menjadi lelaki dan jika ia lelaki ia lebih suka
dirinya menjadi seorang perempuan.
Idiologi Sekuler sebagai Rahim LGBT
Orang-orang LGBT dan para
pendukung mereka di seluruh dunia makin gencar beraksi dengan mendapat
justifkasi dari ide liberalisme, dilegitimasi oleh ide HAM yang dibangun di
atas ideologi sekuler yang menafikan agama dari kehidupan. Apalagi setelah
mendapat legitimasi pemimpin Katolik, Paus Franciscus. Paus menyatakan bahwa
kaum Gay harus diberi hak setara dengan manusia lainnya. “Tidak seharusnya
kelompok gay terpinggirkan. Mereka justru harus diintegrasikan dengan
masyarakat,” kata Paus Fransiskus (tempo.com, 29/7/2013). Menurut Paus
Fransiskus, tidak ada otoritas yang berhak menghakimi perilaku kaum gay,
otoritas Gereja sekalipun.
Demikianlah komunitas yang
menyimpang ini bukan saja diizinkan keberadaannya bahkan diperbolehkan
mengembangkan diri di berbagai negara. Berbagai acara digelar oleh kaum LGBT
dan bahkan telah menjadi semacam acara tahunan di sejumlah negara Eropa dan
Amerika. Homoseksual telah diakui di AS atas kebijakan Obama. Obama mengangkat
sejumlah orang homoseksual sebagai pejabat negara. Negara Barat, khususnya
Eropa dan AS, mengemban misi membela LGBT dan menyebarkannya ke seluruh dunia.
AS megakui hal itu dalam release kedubes AS “Amerika Serikat Mendukung
Perlindungan Hak Kaum Lesbian, Gay, Transeksual, dan Biseksual”
(indonesian.jakarta.usembassy.gov).
Di dalamnya dikutip ucapan Obama,
“Saya rasa pasangan-pasangan sesama jenis seharusnya dibolehkan untuk menikah.”
Menlu AS Hillary Clinton memberikan dukungan yang serupa untuk kaum LGBT dalam
sambutan Hari HAM Sedunia di Jenewa pada Desember 2011. Sejak Juni 2010, ia
telah mendeklarasikan, “Hak kaum Gay adalah HAM dan HAM adalah hak kaum Gay,
sekarang dan untuk selamanya.” Sejak Januari 2009, Menlu Clinton telah
mengarahkan Deplu AS untuk mendukung penuh diciptakannya sebuah agenda HAM yang
komprehensif – sebuah agenda yang meliputi perlindungan terhadap kaum LGBT.
Deplu AS menggunakan segala perangkat diplomatik dan fasilitas-fasilitas
bantuan pembangunannya untuk mendorong dihapuskannya kekerasan dan diskriminasi
terhadap kaum LGBT di seluruh dunia. Sesuai dengan visi Menlu Clinton, Kedubes
AS di Jakarta telah berusaha untuk mengintegrasikan hak-hak kaum LGBT ke dalam
usaha-usaha untuk mendukung HAM di Indonesia.
“Kepemimpinan AS dalam memajukan
HAM bagi kaum LGBT konsisten dengan kebijakan Pemerintah Obama untuk membuka
hubungan-hubungan mendasar dengan seluruh dunia serta komitmen kami untuk
menjunjung standar-standar universal yang dimiliki oleh semua orang. Dengan
mendukung hak martabat yang dimiliki oleh setiap orang, kami berusaha untuk
membangun sebuah dunia yang adil untuk semua orang. Dan kami akan memimpin
lewat bukti-bukti nyata, dengan cara menyatukan hal ini sebagai salah satu dari
kepentingan-kepentingan strategis AS sementara kami terus mengembangkan
nilai-nilai yang kami junjung.”
Jelas sudah ketika hari ini kita
menjumpai fakta yang mencengangkan tentang perkembangan LGBT diberbagai negara,
tak terkecuali di negeri-negeri muslim. Di Indonesia LGBT meledak menyerupai
wabah mengerikan. Belum hilang keterkejutan kita terhadap kasus pedofilia di JIS,
kasus Emon, kasus Ryan beberapa waktu lewat dan berbagai kondisi memprihatinkan
akibat prilaku menyimpang LGBT. Beredarnya buku-buku yang mempropagandakan LGBT
dan masuknya kontent LGBT dalam buku pelajaran di sekolah-sekolah. Kini kita
kembali tercengang oleh pengakuan Walikota Tasikmalaya yang kaget dengan banyaknya
warga homoseksual di wilayahnya. Menurut catatan Pemerhati Anak dan Remaja
(KPAR) Tasikmalaya, jumlah warga
terindikasi penyuka sesama jenis di kota Santri itu pada 2014 adalah 1.578
orang (Metronews.com/2015/01/20). Bayangkan, Ledakan LGBT sebanyak itu di
sebuah kota santri, tempat dimana pesantren tersebar di berbagai sudut kota.
Lalu berapa jumlah populasi LGBT di daerah-daerah tujuan wisata seperti Bali,
Malang, Jogja dan lain-lain ?
Ledakan LGBT menjadi ancaman bagi
negeri ini. Ia menyebar bak wabah penyakit. Menurut dr. Rita Fitriyaningsih
yang sudah sembilan tahun menjadi mitra LSL atau GWL (Gay, Waria, Laki-laki
seks dengan laki-laki), perilaku gay dapat menular kepada orang lain. Dengan
kata lain, orang yang tadinya tidak gay dapat menjadi gay jika terus
berinteraksi atau berada di dalam komunitas gay. Ledakan LGBT tentu berkorelasi
dengan makin banyaknya kasus pedofilia terhadap anak-anak yang terungkap
akhir-akhir ini. Perilaku itu makin mengancam, sebab orang yang jadi korban
pada saat kecil, ketika tumbuh dewasa bisa berkembang menjadi pelaku. Itulah
yang disebut abused abuser cycle seperti terjadi pada Zainal, salah satu
tersangka pelaku pedofilia di JIS, dan Emon, predator pedofil dari Sukabumi.
Perilaku homoseksual juga menimbulkan ancaman penyebaran HIV/AIDS, bahkan
merangsek hingga ke lingkungan keluarga. Tak hanya mereka yang berperilaku seks
bebas dan menyimpang, ibu rumah tangga dan anak-anak pun sudah mulai terkena HIV/AIDS.
Lalu dimana para pemimpin negeri ini ?
Staf khusus Sekretaris Kabinet
Pemerintahan Joko Widodo, Jaleswari Pramordhawardani menyampaikan berbagai
stigma dan diskiriminasi yang kerap dialami kelompok LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual, dan Transgender) di Indonesia adalah persoalan kewarganegaraan yang
harusnya dituntaskan di era Jokowi-Jk.
Aktivis LGBT diminta untuk sering melakukan kerja – kerja politik bersama
kelompok lain (Metronews.com). Bisa dibayangkan bagaimana kondisi Indonesia
kedepan, ketika dekadensi moral dan penyimpangan disikapi dengan solusi rusak
seperti ini. Alih-alih menghentikan, para pemangku kebijaksanaan justru
membebek ke barat dalam menyelesaikan ledakan LGBT yang mengerikan ini.
Islam Menyelamatkan Umat
Memberantas penyakit berupa LGBT
haruslah dilakukan sejak akarnya dengan mencampakkan ideologi sekuler berikut
paham liberalisme, politik demokrasi dan sistem kapitalisme. Hal itu diiringi
dengan penerapan ideologi Islam dengan syariahnya secara total. Secara
preventif, Islam mewajibkan negara untuk terus membina keimanan dan memupuk
ketakwaan rakyat. Hal itu akan menjadi kendali diri dan benteng yang
menghalangi muslim terjerumus pada perilaku LGBT. Islam dengan tegas menyatakan
bahwa perilaku LGBT merupakan dosa dan kejahatan yang besar di sisi Allah SWT.
Kejahatan homoseksual oleh kaum Sodom (dari sini perilaku itu disebut sodomi)
kaum nabi Luth, dan Allah membinasakan mereka hingga tak tersisa.
Islam memerintahkan untuk
menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. Allah menciptakan
manusia dengan dua jenis kelamin, laki-laki dan perempuan sebagai pasangan.
Secara fisik maupun psikis, laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan yang
mendasar sesuai fungsi yang kelak akan diperankannya. Mengingat perbedaan
tersebut, Islam telah memberikan tuntunan agar masing-masing fitrah yang telah
ada tetap terjaga. Islam menghendaki agar laki-laki memiliki kepribadian
maskulin, sementara perempuan memiliki kepribadian feminin. Islam tidak
menghendaki wanita menyerupai laki-laki, begitu juga sebaliknya. Pola asuh
orang tua dan stimulasi yang diberikan kepada anak harus menjamin hal itu. Rasul
melarang laki-laki dan perempuan menyerupai lawan jenisnya.
«لَعَنَ النَّبِيُّ r الْمُخَنَّثِينَ
مِنْ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنْ النِّسَاءِ»
“Nabi saw. melaknat laki-laki
yang berlagak wanita dan wanita yang berlagak meniru laki-laki” (HR al-Bukhari).
Anak-anak pun harus dipisahkan
tempat tidur mereka. Rasul bersabda:
« مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ
وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ
سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ »
“Suruhlah anak-anakmu shalat pada
usia 7 tahun, dan pukullah mereka pada usia 10 tahun dan pisahkan mereka di
tempat tidur” (HR Abu Dawud).
Dalam pergaulan antara jenis dan
sesama jenis, diantaranya Rasul bersabda:
«لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ
الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى
الرَّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِي الثَّوْبِ
الْوَاحِدِ »
“Janganlah seorang laki-laki
melihat aurat laki-laki. Jangan pula perempuan melihat aurat perempuan.
Janganlah seorang laki-laki tidur dengan laki-laki dalam satu selimut. Jangan
pula perempuan tidur dengan perempuan dalam satu selimut”. (HR Muslim).
Secara sistemis, negara harus
menghilangkan rangsangan seksual dari publik termasuk pornografi dan pornoaksi.
Begitu pula segala bentuk tayangan dan sejenisnya yang menampilkan perilaku
LGBT atau mendekati ke arah itu juga akan dihilangkan. Dan pada bagian
ujungnya, Islam juga menetapkan aturan punitif (hukuman berbentuk
siksaan/deraan) yang bersifat kuratif (menyembuhkan), menghilangkan homoseksual
dan memutus siklusnya dari masyarakat dengan menerapkan hukuman mati bagi
pelaku sodomi baik subyek maupun obyeknya.
« مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ
قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ »
“Siapa saja yang kalian temukan
melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku (yang
menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi).” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah,
Ahmad, al-Hakim, al-Baihaqi).
Ijmak sahabat juga menyatakan
bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati, meski diantara para
sahabat berbeda pendapat tentang cara hukuman mati itu. Hal itu tanpa dibedakan
apakah pelaku sudah menikah (muhshan) atau belum pernah menikah (ghayr
muhshan). Dengan semua itu, umat akan bisa diselamatkan dari perilaku LGBT.
Kehidupan umat pun akan dipenuhi oleh kesopanan, keluhuran, kehormatan,
martabat dan ketenteraman dan kesejahteraan. Dan hal itu hanya bisa terwujud
jika syariah diterapkan dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Percayalah, selama
negara ini tetap menganut sistem kapitalisme liberal maka persoalan LGBT
ini selamanya tidak akan terselesaikan,
justru sistem rusak inilah yang akan menumbuh suburkan dan melindungi mereka.[]